2 Adagium RUU Saat Pembahasan di DPR
Berita

2 Adagium RUU Saat Pembahasan di DPR

‘RUU Mata Air’ dan ‘RUU Air Mata’. Keduanya memiliki ciri yang berbeda.

ANT
Bacaan 2 Menit
2 Adagium RUU Saat Pembahasan di DPR
Hukumonline
Ada adagium atau pepatah yang berlaku di DPR terkait dengan RUU yang sedang dibahas. Pepatah tersebut berkaitan dengan jenis RUU yang saling bertolak belakang satu sama lain. Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengatakan, dua adagium RUU tersebut adalah ‘RUU Air Mata’ dan ‘RUU Mata Air’.

Dua jenis RUU ini berbeda dari segi pendanaannya. Untuk ‘RUU Mata Air’ menjadi salah satu sumber uang bagi anggota DPR yang diberikan pihak luar. Sebaliknya, dana ‘RUU Air Mata’ hanya bersumber dari anggaran negara. “Ada adagium di kalangan anggota DPR, yaitu 'RUU Mata Air' dan 'RUU Air Mata'. Pada 'RUU Mata Air' ada uang yang diberikan pihak luar, sedangkan 'RUU Air Mata' hanya mengandalkan anggaran negara," kata Emerson di Jakarta, Minggu (26/6).

Terkait ‘RUU Mata Air’, lanjut Emerson, memiliki potensi korupsi legislasi dan suap dari beberapa hal. Pertama, apakah pembahasan RUU dilakukan di tempat yang wajar. Salah satu contohnya, rapat konsinyering RUU Pertembakauan diadakan panitia kerja di sebuah hotel berbintang di kawasan Senayan pada Sabtu hingga Minggu (24-25/6).

"Apakah wajar kalau pembahasan dilakukan di hotel? Siapa yang membayari biaya hotelnya?" herannya.

Hal lain yang bisa menjadi penanda bahwa pembahasan ‘RUU Mata Air’ adalah ada upaya percepatan untuk segera menyelesaikan pembahasan meskipun terdapat beberapa pihak yang mendukung dan menolak. Selain itu, pembahasan RUU yang membuka peluang anggota DPR untuk melakukan studi banding dan kunjungan kerja juga bisa menjadi salah satu penanda ‘RUU Mata Air’.

"Studi banding dan kunjungan-kunjungan membuka peluang anggota DPR mendapatkan 'uang saku' dari pihak-pihak tertentu," ujarnya.

Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Julius Ibrani mengatakan, pembahasan RUUPertembakauan yang dilakukan DPR di hotel merupakan pelanggaran terhadap Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR.

"Tata tertib DPR Pasal 226 Ayat (3) jelas menyebutkan bahwa rapat-rapat DPR harus dilaksanakan di gedung DPR," kata Julius.

Menurutnya, rapat-rapat DPR di hotel memiliki potensi besar untuk terjadi korupsi karena jelas tidak menggunakan anggaran dari negara. Patut diduga penyelenggaraan rapat di hotel dibiayai oleh pihak-pihak tertentu.

Tata tertib DPR tentang tempat rapat yang harus dilakukan di gedung DPR juga sejalan dengan kebijakan pemerintah pada masa awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pemerintah sempat melarang setiap kementerian mengadakan rapat di hotel.Menurut Julius, penyelenggaraan rapat di hotel berpotensi mengalami penggelembungan anggaran sehingga sempat dilarang oleh pemerintah.

"DPR membuat tata tertib sendiri dan malah melanggar aturan yang mereka buat sendiri dengan menyelenggarakan rapat di salah satu hotel berbintang hanya dengan alasan supaya anggota DPR yang ikut rapat bisa langsung tidur bila lelah setelah rapat. Siapa yang tidak lelah setelah bekerja?" tanyanya.

Untuk diketahui, Pasal 226 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR mengatur tentang waktu dan tempat rapat-rapat DPR.Ayat (1) mengatur waktu rapat DPR adalah pada setiap hari kerja, yaitu Senin hingga Jumat. Ayat (2) memungkinkan perubahan waktu rapat ditentukan oleh rapat yang bersangkutan. Sedangkan Ayat (3) berbunyi ‘Semua jenis rapat DPR dilakukan di gedung DPR, kecuali ditentukan lain. Rapat dapat dilakukan di luar gedung DPR atas persetujuan pimpinan DPR’.
Tags:

Berita Terkait