Ada Upaya untuk Mensakralisasi Konstitusi
Berita

Ada Upaya untuk Mensakralisasi Konstitusi

Jakarta, hukumonline. Angin reformasi agaknya tidak mendorong semangat untuk melakukan amandemen terhadap konstitusi. Buktinya, dari 76 pasal yang sudah disiapkan oleh Panitia Ad Hoc (PAH) I BP MPR, baru dua pasal yang disetujui.

Inay/APr
Bacaan 2 Menit
Ada Upaya untuk Mensakralisasi Konstitusi
Hukumonline

Dua pasal yang sudah disetujui itu adalah Pasal 30 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara serta Pasal 35 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu kebangsaan. Dua pasal ini dibahas dari Jumat hingga Minggu (13/8)

Tampaknya tambahan jumlah pasal yang akan disetujui tidak akan banyak. Pasalnya, pembahasan Amandemen UUD oleh Komisi A tinggal hari Senin (14/8) ini. Setelah itu, butir-butir yangh tidak disepakati akan dibawa dalam rapat konsultasi Komisi A yang terdiri pimpinan komisi dan wakil-wakil fraksi.

Slamet Effendi Yusuf dari Fraksi Partai Golkar menyatakan kecewa karena banyak partai yang tidak konsisten untuk mengamandemen. Alasannya, mereka ingin kembali kepada UUD yang lama. "Tampaknya ada sakralisasi konstitusi," cetusnya.

Slamet berpendapat bahwa sosialisasi di PAH I merupakan kebijakan partai, kecuali jika memang ada kebijakan partai untuk mementahkan keembali. "Ada partai yang menjilat ludahnya sendiri," kata Slamet.

Menurut Slamet, voting tidak akan mencapai kuorum karena harus disetujui 2/3 anggota, terutama kalau ada partai besar yang yang tidak setuju. Solusinya, kata Slamet, adalah tetap dibuka kesempatan untuk perubahan. "Harus ada Tap baru untuk menetapkan perubahan."

Tidak menghambat

Yakob Tobing, Ketua PAH I, menyatakan bahwa pembahasan lambat karena dikalahkan oleh rezim waktu. Anggota F-PDIP ini menolak jika partainya menghambat amandemen UUD 1945. "F-PDIP tetap berusaha maksimal, tapi kalau tidak selesai pada waktunya akan tetap diteruskan oleh MPR dan dibantu lembaga lain."

Menurut Yakob, banyak pasal yang dimentahkan dalam pembahasan amandemen UUD 1945 karena salah satu alasan memang karena sosialisasi yang kurang. "Tetapi juga ada perkembangan pemikiran yang baru pada tahap berikutnya di antara fraksi. Jadi fraksi-fraksi tetap menyampaikan bahan-bahan baru."

Hamdan Zoelva, anggota Fraksi Partai Bulan Bintang (F-PBB) juga menyesalkan bahan-bahan yang telah disetujui di BP tetapi kemudian dimentahkan. Bahkan substansi dalam bab-bab yang telah disetujui oleh fraksi yang bersangkutan di rapat Kesepakatan Finalisasi BP MPR pada Juli 2000 juga dimentahkan. "Tampaknya ada keinginan untuk tidak mengubah UUD 45," cetusnya.

Hamdan memberi contoh masalah Dewan perwakilan Daerah (DPD). Masalahnya adalah hubungan antara pusat dan daerah yang sentralistik. "Jika tidak sentralistik tentu tidak akan terjadi peristiwa di daerah-daerah. Karena itu DPD adalah kanal bagi daerah untuk terlibat dan kontrol bagi pusat."

Tidak dimentahkan

Lukman Hakim Saifuddin dari F-PPP berpendapat bahwa pembahasan mengenai DPD tidak dimentahkan. Alasannya. pemahaman yang belum sama apa sesungguhnya DPD itu. Ia menyatakan, selama ini sebagian anggota majelis persepsinya masih yang lama, yaitu sudah ada utusan daerah. "Ini yang telah menimbulkan persepsi yang berbeda. Padahal DPD ini keanggotaannya dipilih lewat pemilu," ujarnya.

Menurut Lukman, sebenarnya dari fraksi-fraksi tidak ada masalah. Dalam mencermati rancangan yang dibuat oleh PAH 1, seluruhnya sudah disepakati tidak ada alternatif-laternatif. Yang masih bermasalah itu apakah bikamertal itu yang soft atau yang strong. Yaitu apakah DPD itu ikut membahas RUU atau cukup memberi pertimbangan saja. "Perbedaan cukup di situ, sementara yang lain tidak ada perbedaan," ujarnya.

Lukman berpendapat, pembahasan DPD ini harus gol dan jangan sampai ditunda lagi. "Yang ingin kita cari adalah titrik temu apakah DPD akan ikut membahas RUU atau tidak". Ia menambahkan, komitmen ini harus gol sekarang karena itu akan berimplikasi kepada bab pemilu. "Pemilu kan memilih DPD juga. Kalau DPD tidak tuntas kita tidak dapat menuntaskan bab pemilu."

Fraksi yang sudah sepakat adalah PPP, Reformasi, Golkar, PKB, PBB. Upaya untuk menunda pembahasan dari fraksi yang tidak mendukung amandemen UUD 1945 adalah dengan alasan kurang sosialisasi dan terlalu tergesa-gesa. "Tapi karena ini panggung politik saya melihat ada kepentingan-kepentingan di balik itu," kata Lukman.

Lukman melihat, untuk F-TNI/Polri karena jelas kepentingan mereka akan terkurangi. "Dengan adanya DPD dengan MPR terdiri dari DPR dan DPD, otomatis mereka akan hilang."

Sementara Lukman menilai, F-PDIP dilihat secara keseluruhan konstitusi kita executive heavy. Artinya, siapapun yang memegang kekuasaan pemerintahan akan sangat diuntungkan dengan konstitusi yang lama. Ketika ada perubahan ke arah yang lebih berimbang atau check and balances, mereka merasa akan mengurangi privillige itu.

Lukman melihat molornya pembahasan amandemenUUD 1945 karena alasan politis. Pasalnya, kalau memang sesuai dengan alasannya mengapa sejak awal di PAH I tidak ada masalah. Tetapi menjelang pengambilan detik-detik keputusan mengapa berubah. "Apakah bukan karena ada perubahan peta politik yang sekarang karena ada pelimpahan kekuasaan."

Tags: