Advokat Senior Siapkan Kongres Advokat
Utama

Advokat Senior Siapkan Kongres Advokat

Kecewa dengan putusan MK.

Imam H Wibowo/Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
ilustrasi foto;  Sgp
ilustrasi foto; Sgp

Todung Mulya Lubis kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pengujian UU Advokat yang dibacakan pekan lalu. Padahal, pengacara senior ini berharap MK bisa memberi putusan yang mampu menuntaskan perselisihan antar organisasi advokat.

 

“Kami menyayangkan putusan MK ini tidak bisa menyelesaikan kemelut organisasi advokat,” kata Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) ini dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (7/7).

 

Parahnya lagi, lanjut Todung, putusan itu seolah dibikin tanpa argumentasi hukum yang kuat. “Tidak seperti putusan-putusan MK yang lain, putusan kali ini seakan tanpa legal reasoning.”

 

Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) Frans Hendra Winarta mengamini Todung. “Betul. Putusan MK ini sangat miskin argumentasi hukum,” tuding Frans yang juga berstatus sebagai pemohon uji materi UU Advokat.

 

Frans menunjuk amar putusan yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima (niet onvantkelijk verklard). Menurut dia, putusan seperti itu tak semestinya dijatuhkan karena sebelumnya sudah ada sidang pemeriksaan pendahuluan yang membahas formalitas permohonan. “Kalau di sidang PTUN biasa disebut dengan dismissal process.”

 

Meski mengkritisi putusan MK, Todung dan Frans tetap mengakui dan menghormati putusan MK sebagai putusan yang bersifat final dan mengikat. Selain mereka berdua, ada juga beberapa pimpinan organisasi advokat yang menegaskan hal serupa. Mereka antara lain Ketua Umum Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia Suhardi Soemomoeljono, Ketua Umum Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia Taufik dan Pelaksana tugas Presiden Kongres Advokat Indonesia Ananta Budiartika.

 

Desakan Kongres

Tak mau sekedar mengkritik, Todung dkk berharap sikap legowo seluruh organisasi advokat untuk menyelesaikan konflik di tubuh dunia advokat. Mereka mendesak seluruh advokat menggelar kongres advokat untuk mewujudkan satu-satunya organisasi yang menjalankan kewenangan yang diberikan UU Advokat.

 

Pandangan Todung dkk didasarkan pada putusan 79/PUU-VIII/2010 yang diajukan Hasan Pelu dkk. Dalam bagian pertimbangan putusan itu MK masih mengakui secara de facto keberadaan dua organisasi advokat, yaitu Peradi dan KAI. Atas pertimbangan ini kubu Todung dkk beranggapan bahwa hingga saat ini belum ada wadah tunggal advokat

 

Bagi Todung, desakan menggelar kongres advokat untuk mewujudkan wadah tunggal advokat adalah perkara penting. Sebab, memang hanya satu organisasi yang boleh menjalankan kewenangan sesuai UU Advokat.

 

Kewenangan itu adalah melaksanakan pendidikan khusus profesi advokat, pengujian calon advokat, pengangkatan advokat, membuat kode etik, membentuk dewan kehormatan, membentuk komisi pengawas, melakukan pengawasan dan memberhentikan advokat.

 

Secara historis, pengaturan tentang wadah tunggal dalam UU Advokat juga bukannya tanpa alasan. “Konsep wadah tunggal tidak salah. Cita-citanya luhur. Tujuannya ada dua. Pertama menjaga mutu advokat. Kedua untuk melindungi masyarakat yang menggunakan jasa advokat,” ujar advokat senior Adnan Buyung Nasution menuturkan filosofi tentang wadah tunggal saat terlibat dalam penyusunan RUU Advokat.

 

Senada dengan Todung dkk, Buyung berharap seluruh elit organisasi advokat bisa melepaskan ego organisasi demi mewujudkan kode etik.

 

“Kalau ego organisasi itu masih terlalu besar dan kecil peluang untuk membentuk wadah tunggal, mungkin alternatif yang bisa dipilih adalah dengan membentuk federasi advokat,” harap Buyung.

 

“Kalau semua pihak, dalam hal ini adalah semua organisasi advokat dan instansi terkait terlibat (dalam kongres), itu akan legitimate. Tapi kalau ada yang tidak terlibat, maka tidak akan legitimate,” timpal Todung.


Laksanakan Putusan MK

Terpisah, Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan mengatakan agar semua pihak menghormati putusan MK yang menyatakan wadah tunggal organisasi advokat tetap tidak bertentangan dengan konstitusi, sehingga perkara itu dianggap nebis in idem (perkara yang diuji pernah diputus sebelumnya).

 

“Kalau disebut nebis in idem berarti perkara sebelumnya yang pernah diputus dianggap sah yang menyebutkan Peradi sebagai wadah tunggal dan mandiri yang melaksanakan fungsi organ negara. Apalagi yang tidak disetujui dengan putusan MK itu. Kalau kita sebagai ahli hukum yang baik seharusnya putusan MK itu dihormati,” kata Otto di Gedung KY.

 

Ia mengungkapkan Presiden SBY dan Internasional Bar Association (IBA) sudah mengakui Peradi sebagai wadah tunggal. Selain itu, ada dua perkara yang menggugat Peradi yang gugatannya ditolak. “Belum lagi sebelumnya ada sekitar 17 perkara di MK yang menggugat keberadaan Peradi sebagai wadah tunggal, semua ditolak. Jadi bagaimana lagi kalau tidak mengakui,” katanya. 

 

Otto menegaskan putusan MK itu bukan hanya kemenangan Peradi, melainkan kemenangan seluruh advokat Indonesia. Ia berharap pasca putusan MK ini seluruh advokat Indonesia bersatu kembali.

 

“Toh, 1.300 anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI) juga sudah bergabung dengan Peradi yang seluruhnya berjumlah 23 ribu lebih. Kalau anggota KAI sudah masuk Peradi kan urusannya sudah selesai,” pungkasnya.

 

 

Tags: