Advokat Tertangkap Tangan, Komisi Pengawas Wajib Pro Aktif
Berita

Advokat Tertangkap Tangan, Komisi Pengawas Wajib Pro Aktif

Dalam kasus Awang, setelah ditangkap langsung ditahan, sehingga tidak bisa hadir dalam pemeriksaan Dewan Kehormatan.

RIA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Penangkapan seorang pengacara, Awang Lazuardi Embat oleh KPK dalam operasi tangkap tangan pada Jumat (12/2) lalu menambah daftar advokat yang tersangkut perkara suap. Awang diduga telah menyuap Kasubdit Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (Kasubdit Kasasi Perdata MA) Andri Tristianto Sutrisna terkait permintaan penundaan pemberian salinan putusan kasasi kliennya.

Awang sendiri tercatat menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Malang PERADI kubu Fauzie Yusuf Hasibuan. Sebelumnya, PERADI sebagai organisasi yang menaungi Awang, telah mempertimbangkan hal yang dilakukan anggotanya itu sebagai perbuatan yang melanggar kode etik.

“Yang namanya advokat ini kan wajib menjunjung tinggi kode etik profesi ya. Kalau sampai dia terindikasi memberikan sesuatu kepada pejabat negara, itu kan berarti dia melanggar sumpah profesinya sendiri,” tutur Wakil Ketua Umum DPN PERADI kubu Fauzie Hasibuan, Jamaslin James Purba.

DPN PERADI kubu Luhut MP Pangaribuan turut angkat bicara mengenai hal ini. Wakil Ketua Umum DPN PERADI kubu Luhut, Junedi Sirait berharap, agar organisasi yang menaungi Awang dapat memberikan hukuman tegas kepada anggotanya yang tersangkut kasus di KPK tersebut.

“Harus ada punishment yang jelas yang diberikan kepada yang bersangkutan,” ujar Junedi.

Junedi mengatakan, pengawasan advokat yang tengah menjalankan profesi apakah sudah menjunjung tinggi kode etik atau belum itu bisa melalui Komisi Pengawas Advokat. Hal ini sesuai amanat UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat). Untuk itu, organisasi diminta pro aktif melakukan pemeriksaan terhadap Awang.

“Kan kita punya komisi pengawas. Mereka itu fungsinya mengawasi setiap advokat yang bermasalah, lalu kemudian menyampaikan ke dewan kehormatan, lalu dewan kehormatan akan memeriksa dan memutus kesalahan itu,” lanjut Junedi.

Permintaan serupa juga datang dari DPN PERADI kubu Juniver Girsang. Sekretaris Jenderal DPN PERADI kubu Juniver, Hasanuddin Nasution berharap agar Dewan Kehormatan bisa memberikan hukuman yang setimpal kepada Awang.

“Menurut saya yang begini ngga pantas jadi advokat. Jadi di samping dia dihukum pidana karena korupsi, menurut saya dia harus diberhentikan sebagai advokat,” kata Hasanuddin.

Untuk diketahui, Dewan Kehormatan diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengambil  dan memutuskan segala jenis tindakan kepada advokat yang tidak mengindahkan sumpah dan kode etiknya dalam menjalankan tugas. Jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada advokat diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU Advokat.
Pasal 7 ayat (1) UU Advokat
(1)      Jenis tindakan yang dikenakan terhadap Advokat dapat berupa:
a.         teguran lisan;
b.         teguran tertulis;
c.         pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan;
d.         pemberhentian tetap dari profesinya.

Jenis-jenis tindakan ini juga diadopsi ke dalam Kode Etik Advokat (KEA) bagian keenam yang membahas mengenai sanksi-sanksi.  Namun, menurut Hasanuddin, selama ini memang Dewan Kehormatan tak bisa memutus begitu saja, sebab advokat yang bersangkutan harus hadir.

“Kesusahannya ya paling kehadiran dia secara fisik karena itu dibutuhkan dalam pemeriksaan di Dewan Kehormatan juga. Itu problemnya. Ngga bisa dia diperiksa secara in absentia karena personal,” sebut lulusan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia ini.

Makanya, ia melanjutkan, hal ini bisa disiasati lewat pemeriksaan oleh Komisi Pengawas terlebih dulu. Dengan kata lain, Komisi Pengawas harus pro aktif terhadap persoalan ini.  “Dalam keadaan seperti ini, tanpa diminta pun, komisi pengawas itu sudah bisa melakukan tugasnya mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi semua kejadian itu, untuk dilaporkan ke dewan kehormatan,” katanya.

Agar pemeriksaan di Dewan Kehormatan bisa dilaksanakan sesegera mungkin, Hasanuddin berharap, ke depan dikaji ulang aturan mengenai pemeriksaan di Dewan Kehormatan. Hal ini dilakukan agar tidak perlu menunggu proses di pengadilan sebab tidak ada yang tahu berapa lama proses itu berjalan.
Tags:

Berita Terkait