Ahli: Pengenaan PBB Cukup Sekali Saat Pembelian Rumah
Berita

Ahli: Pengenaan PBB Cukup Sekali Saat Pembelian Rumah

DPR menilai UU PBB tidak bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Dan PBB bentuk pelaksanaan ketentuan Pasal 23A UUD 1945.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Aartje, esensi Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU PBB merupakan jaminan dari negara bagi rakyatnya untuk mendapat tempat tinggal yang layak. “Esensi pengujian pasal-pasal tersebut menjaminan akses bertempat tinggal sangat erat kaitannya dengan hak asasi manusia yang secara implisit diatur Pasal 18H ayat (1) UUD Tahun 1945,” ujarnya.

 

Dia menjelaskan hak yang bersifat asasi merupakan hak yang harus ada pada setiap orang untuk dapat hidup secara wajar sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Sebab, selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai pribadi yang terhormat. “Karena itu, hak yang bersifat asasi ialah hak yang dipunyai setiap orang yang hakikatnya tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun dengan alasan apapun,” tegasnya.

 

Meski begitu, faktanya perlindungan hak untuk bertempat tinggal yang dijamin UUD Tahun 1945 terabaikan. Untuk itu, melalui pengujian UU ini diperlukan perlindungan hak setiap orang mengenai hak dan kewajibannya yang dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bahwa kepentingan umum dan kepentingan perseorangan harus saling mengimbangi dan memperhatikan asas-asas yang berlaku mengenai penguasaan dan pemilikan tanah.

 

“Sekaligus perlindungan yang diberikan hukum tanah nasional kepada para pemegang hak tanah dan rumah tinggal.” 

 

Namun, berdasarkan asas tersebut tetap diwajibkan setiap individu membayar pajak (PBB) menurut ketentuan yang berlaku. “Tetapi, hanya (sekali) saat membeli tanah untuk keperluan rumah tinggal dikenakan PBB. Sedangkan untuk keperluan membeli tanah untuk berbisnis seperi kos-kosan, restoran, apartemen tetap dikenakan PBB setiap tahunnya,” usulnya.

 

Pajak sumber pembiayaan nasional

Dalam kesempatan ini, DPR yang diwakili oleh Anggota Komisi III Arteria Dahlan menjelaskan UU PBB tidak bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Sebab, PBB bentuk pelaksanaan ketentuan Pasal 23A UUD 1945. Ia menyebut pajak merupakan salah satu sumber pendanaan pembangunan. Jika sumber pendanaan tersebut tidak tersedia, maka pembangunan tidak dapat atau sulit untuk dijalankan.

 

“Kesulitan pendanaan pembangunan akan mengakibatkan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat sulit diwujudkan. Karena itu, wajar apabila wajib pajak memberi sebagian dari manfaat yang diperolehnya kepada negara melalui pajak. Pemenuhan pajak yang disampaikan juga merupakan perwujudan peran serta dan kegotongroyongan masyarakat di bidang pembiayaan pembangunan nasional,” kata dia.

 

Menurutnya, pembayaran PBB merupakan salah satu sarana perwujudan kegotongroyongan nasional dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Karena itu, pengenaan PBB ini telah memperhatikan prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan wajib pajak memenuhi kewajiban pembayaran pajak.

Tags:

Berita Terkait