Akademisi Fakultas Hukum Unpad Beberkan Substansi Perubahan UU ITE Terbaru
Utama

Akademisi Fakultas Hukum Unpad Beberkan Substansi Perubahan UU ITE Terbaru

Seperti pengakuan terhadap kedaulatan digital, ekosistem digital, kontrak dan tanda tangan digital, perlindungan anak, dan pasal karet.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Mengenai kontrak internasional yang dilakukan secara elektronik, pria yang pernah menjabat Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Hukum dan Regulasi itu menjelaskan kontrak internasional mengacu hukum perdata internasional, bersifat umum. Tapi untuk perkara yang sifatnya diatur khusus seperti kekayaan intelektual, persaingan usaha, dan penyelesaian sengketa harus tunduk pada aturan dimana transaksi digital itu dilakukan. Soal tanda tangan digital terkait juga dengan keamanan digital, yakni perlindungan dari serangan digital.

“Perubahan kedua UU 11/2008 akan memberikan proteksi baik secara yuridis sekaligus teknis,” urainya.

Salah satu substansi yang penting dalam revisi ini adalah perlindungan terhadap anak. Danrivanto menyebut ada beberapa opsi yang bisa digunakan untuk melakukan verifikasi dalam rangka melindungi anak di ranah digital. Nomor Induk Kependudukan (NIK) bisa digunakan sebagai data. Jika terdeteksi masih berusia di bawah umur, akan ada digital guardian yang mengacu identitas yang ada dalam Kartu Keluarga (KK).

“Ini penting melindungi masa depan anak dan hak digital anak,” paparnya.

Terakhir soal ketentuan yang disebut pasal karet, menurut Danrivanto yang juga tercatat sebagai Arbiter di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Jakarta itu, legislasi berbasis content driven pasti akan mencari titik temu. Setidaknya ada 2 variabel utama hukum digital yakni ekspresi dan instrumen. Keduanya berperan mengakselerasi ekonomi, intelektual, inovasi, dan juga tidak bisa membatasi ekspresi masyarakat.

“Bagaimana titik ekuilibriumnya, nah ini dilakukan kanalisasi terhadap ekspresi. Artinya tidak boleh dibendung atau diktator dimana semua konten disaring atau dilakukan take down terhadap konten,” imbuhnya.

Kendati memperhatikan tentang ekspresi masyarakat, Danrivanto memaparkan kebebasan ekspresi itu tidak boleh terlalu luas karena banyak pengalaman di berbagai negara dampaknya sampai menimbulkan kerugian. Maka itu penting dilakukan kanalisasi terhadap ekspresi masyarakat di ruang digital.

“Jadi ini titik masuk, tidak ada pasal karet soal konten, tapi penegakan hukum berbasis hati nurani dan keadilan masyarakat,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait