Baru Enam Perusahaan Ajukan Izin Ekplorasi di Hutan Lindung
Berita

Baru Enam Perusahaan Ajukan Izin Ekplorasi di Hutan Lindung

Putusan Mahkamah Konstitusi semakin memperkuat pijakan hukum bagi perusahaan tambang mengekplorasi kawasan hutan lindung.

Mys
Bacaan 2 Menit
Baru Enam Perusahaan Ajukan Izin Ekplorasi di Hutan Lindung
Hukumonline

 

Menurut Fauzi, persetujuan Menteri Kehutanan tersebut hanya berlaku terhadap 13 ijin atau perjanjian di bidang pertambangan yang nama dan lokasi penambangannya tercantum dalam lampiran Keppres No. 41 tahun 2004.

 

Ditambahkan Fauzi, dalam memproses perizinan, Departemen Kehutanan tetap berpegang pada asas kelestarian, dan akan memperketat terhadap kemungkinan-kemungkinan kerusakan hutan lindung akibat aktivitas penambangan. Kegiatan yang akan dilakukan di lapangan sebelum eksplorasi adalah penilaian areal kerja sesuai dengan deposit mineral yang ekonomis untuk ditambang. Sehingga setelah diadakan penilaian areal kerja oleh Dephut, diperkirakan luasan yang diijinkan untuk dieksplorasi maupun dieksploitasi nantinya akan jauh lebih kecil daripada yang dimohonkan. Kegiatan penilaian areal kerja ini untuk meminimalisir kemungkinan kerusakan hutan lindung akibat aktivitas penambangan.

 

Permohonan penggunaan kawasan lindung pada tahap eksplorasi harus dilampiri dengan peta lokasi dan luas kawasan yang dimohon untuk eksplorasi, izin atau perjanjian di bidang pertambangan, dan rencana kegiatan eksplorasi didalam kawasan hutan lindung.

 

Sedangkan pemohonan/pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan lindung pada eksploitasi memiliki kewajiban antara lain: membayar ganti rugi nilai tegakan yang ditebang. menyediakan dan menyerahkan tanah kepada Dephut sebagai kompensasi atas kawasan hutan lindung yang dipinjam. Juga menyusun Rencana Kerja Penggunaan Kawasan Hutan lain lima tahunan maupun tahunan, dan membayar dana jaminan reklamasi, membiayai reboisasi. Mereka juga bertanggungjawab atas dampak negatif lingkungan sekitarnya akibat penambangan, mereklamasi kawasan hutan lindung yang dipinjam pakai.

 

Jangka waktu pemberian izin pinjam pakai pada tahap eksploitasi diberikan selama 5 tahun, dan dapat diperpanjang setelah diadakan evaluasi. Untuk menjaga agar kegiatan penambangan di hutan lindung tidak menimbulkan kerusakan yang luas, pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi.

 

Pemegang izin yang tidak memenuhi kewajiban, kata Fauzi, akan dikenakan sanksi administratif yang dapat berupa: penghentian sementara kegiatan dilapangan apabila pemegang izin tidak memenuhi satu atau lebih perjanjian. Sanksi administratif juga dapat berupa pencabutan izin pinjam pakai apabila pemegang izin dalam waktu satu tahun tidak memenuhi kewajibannya, tidak menggunakan kawasan yang dipinjam pakai sesuai ijin yang diberikan, meinggalkan kawasan hutan yang dipinjam pakai sebelum waktunya berakhir, memindahtangankan sebagian atau seluruh kawasan hutan yang dipinjam pakai kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis Menteri Kehutanan. Izin pinjam pakai dapat pula dicabut apabila pemegang izin dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU 41 Tahun 1999 setelah ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa dari 13 perusahaan tambang yang mendapat izin melakukan eksplorasi di kawasan hitung, baru enam perusahaan yang mengajukan permohonan izin. Jumlah itu merupakan data per 20 September 2005. Baru enam perusahaan yang mengajukan izin ke Dephut, papar Kepala Pusat Informasi Departemen Kehutanan Achmad Fauzi.

 

Keenam perusahaan itu adalah PT Weda Bay Nickel  (9.954 ha), PT Natarang Mining (40 ha), PT Karimun Granit (1.160 ha), PT Sorikmas Mining (30 ribu ha), PT Aneka Tambang (7.090 ha), dan PT Nusa Halmahera Minerals (213 ha). Jika ditotal, luas areal kawasan hutan lindung yang akan dieksplorasi keenam perusahaan itu mencapai 48.457 hektare.

 

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004, ada 13 perusahaan tambang yang mendapatkan izin dari Pemerintah. Selain keenam perusahaan tadi, masih ada PT Freeport Indonesia (Papua), PT Karimun Granit (Kepri), PT Inco Tbk (Sulawesi), PT Indominco Mandiri (Kaltim), PT Pelsart Tambang (Kalsel), PT Gag Nikel dan PT Interex Sacra Raya.

 

Kalangan aktivis lingkungan sebenarnya pernah mempersoalkan pemberian izin kepada perusahaan untuk melakukan tambang terbuka di kawasan hutan lindung. Pemberian izin itu dimungkinkan setelah Pemerintahan Megawati menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2004, yang kemudian disahkan DPR menjadi UU No. 19 Tahun 2004. Menurut para aktivis, pemberian izin tersebut nyata-nyata menabrak larangan yang eksplisit disebut dalam UU Kehutanan. Namun perjuangan para aktivis lingkungan kandas di tangan Mahkamah Konstitusi.  

 

Sesuai aturan, penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan harus berdasarkan persetujuan Menteri Kehutanan dalam bentuk ijin kegiatan atau ijin pinjam pakai kawasan hutan lindung dengan kompensasi. Ketentuan ini diatur dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan No: P.12/MENHUT-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan. Tujuannya jelas, untuk membatasi dan mengatur penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan.

Tags: