Begini Pengaturan Pemblokiran dan Penyitaan dalam RUU Perampasan Aset
Terbaru

Begini Pengaturan Pemblokiran dan Penyitaan dalam RUU Perampasan Aset

Pemblokiran aset bisa dilakukan setelah mendapat izin dari pengadilan negeri.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Pasal 15 ayat (3) menyebutkan, “Penyitaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan pembuatan berita acara penyitaan yang ditandatangani oleh penyidik, orang yang memiliki atau menguasai aset yang disita, dan 2 orang saksi”.Tembusan berita acara penyitaan diserahkan kepada orang yang memiliki atau menguasai aset yang disita.

Jika aset yang disita berupa tanah atau barang tidak bergerak lainnya, penyidik segera memberitahukan, mendaftarkan, atau mencatatkan penyitaan atas tanah atau barang tidak bergerak lainnya kepada pejabat yang berwenang mengurusi pertanahan atau bidang tidak bergerak tersebut, disertai dengan berita acara penyitaan.

Untuk aset yang berada di luar negeri, RUU mengatur permintaan pemblokiran atau penyitaan aset tindak pidana diajukan kepada lembaga yang berwenang di negara tersebut. Jika permintaan itu ditolak, penyidik dapat memblokir atau menyita aset yang ada di Indonesia yang dimiliki atau dikuasai oleh orang yang asetnya berada di luar negeri tersebut seabgai pengganti yang nilainya setara dengan nilai aset tindak pidana yang akan diblokir atau disita.

Selanjutnya, penyidik wajib menyerahkan aset tindak pidana yang telah disita sekaligus dokumen pendukungnya kepada jaksa agung. Sebelum diserahkan kepada jaksa agung, penyidik wajib meminta penetapan kepada pengadilan negeri setempat mengenai aset yang disita. Penetapan itu menjelaskan mengenai bentuk, jenis, jumlah, dan keterangan lain mengenai aset tindak pidana. Permintaan penetapan itu dilaksanakan paling lama 14 hari.

“Aset tindak pidana yang telah diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayaat (1) dilakukan penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan aset tindak pidana oleh Jaksa Agung,” begitu bunyi Pasal 17 ayat (5) RUU.

Empat syarat

Sebelum ada putusan perampasan aset yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, jaksa agung dapat memberikan izin sementara kepada pihak ketiga yang telah menggunakan atau memanfaatkan aset tersebut dengan memenuhi 4 syarat. Pertama, tidak mengubah bentuk fisik aset. Kedua, tidak dialihkan penggunaan atau pemanfaatannya. Ketiga, dilakukan penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan. Keempat, tidak digunakan untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

Dalam hal aset itu digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak ketiga, jaksa agung menyampaikan pemberitahuan kepada penyidik yang menangani perkara. Segala biaya, pajak, rekening tagihan, dan pengeluaran lain yang diperlukan selama menggunakan atau memanfaatkan aset tersebut, dibebankan kepada pihak ketiga yang menggunakan atau memanfaatkan aset itu. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian izin kepada pihak ketiga akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait