Berharap Pelaksanaan BPJS yang Tak Diskriminatif
Berita

Berharap Pelaksanaan BPJS yang Tak Diskriminatif

Walau ada perbedaan besaran iuran jaminan kesehatan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Berharap Pelaksanaan BPJS yang Tak Diskriminatif
Hukumonline

Ketua bidang Advokasi Serikat Pekerja Nasional, Djoko Heriyono, mencemaskan pelayanan kesehatan yang akan diterima peserta BPJS tak akan setara. Pasalnya, dalam Perpres Jaminan Kesehatan (Jamkes) Djoko melihat terdapat ketentuan yang membedakan fasilitas kesehatan yang didapat oleh tiap kelompok peserta BPJS.

Misalnya, untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan pekerja formal yang mendapat upah setara upah minimum mendapat pelayanan kesehatan di ruang yang fasilitasnya tergolong kelas III. Sedangkan untuk PNS, termasuk TNI/Polri dan pekerja formal yang upahnya dua kali penghasilan tidak kena pajak (PTKP), mendapat fasilitas kesehatan yang lebih baik seperti kelas II dan I.

Belum lagi penetapan peserta PBI yang diatur dalam PP PBI, menurut Djoko bakal berganti-ganti jumlahnya tiap 6 bulan. Begitu pula masalah iuran, untuk Jamkes bakal dibebankan kepada pekerja. Padahal, saat ini iuran tersebut dibayar penuh oleh pemberi kerja karena hal tersebut merupakan hak pekerja. Namun dengan terbitnya UU SJSN dan UU BPJS, hak tersebut akan berubah menjadi kewajiban karena pekerja akan mengiur dalam jumlah presentase tertentu.

Alih-alih membawa perubahan yang lebih baik dalam menyelenggarakan Jaminan Sosial (Jamsos) ataupun Jamkes, Djoko menilai pelaksanaan BPJS mengalami degradasi dari pelaksanaan program serupa sebelumnya seperti Jamsostek. “BPJS mengubah yang tadinya hak (pekerja,-red) menjadi kewajiban,” kata dia dalam diskusi di Jakarta, Senin (25/3).

Pada kesempatan yang sama, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, membenarkan adanya perbedaan fasilitas kesehatan itu. Tapi dia menegaskan bahwa pelayanan kesehatan yang didapat oleh peserta BPJS harus setara dan tanpa diskriminasi. “Pelayanan medis tidak boleh dibedakan, kalau hanya fasilitas, ya itu wajar,” ucapnya.

Timboel menegaskan, jika pada praktiknya nanti peserta PBI tak tertampung di ruang kelas III di rumah sakit, maka sewaktu membutuhkan pertolongan, maka RS harus mencarikan ruang kosong untuk menampung. Misalnya, untuk sementara menggunakan ke ruang kelas II, setelah ada ruangan kelas III yang kosong, baru kembali dipindah.

Terlepas dari itu Timboel mendesak agar pemerintah serius melaksanakan BPJS. Pasalnya, pelaksanaan BPJS sudah tertunda bertahun-tahun walau Presiden SBY sudah menjalani masa pemerintahan selama dua periode. Soal iuran Jaminan pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang selama ini menjadi tanggungan pemberi kerja, Timboel mengatakan hal itu sangat baik.

Tags: