BP Migas Usulkan Pengaturan Social Responsive
Berita

BP Migas Usulkan Pengaturan Social Responsive

Dengan tujuan agar penanganan sosial bisa lebih cepat karena berasal dari dua sisi.

FNH
Bacaan 2 Menit
BP Migas Usulkan Pengaturan Social Responsive
Hukumonline

Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (BP MIGAS) mengajukan usulan aturan terkait social responsive (SR) kepada Kementerian ESDM untuk dimasukkan ke dalam Permen ESDM No. 22 Tahun 2008 tentang Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang Tidak Dapat Dikembalikan Kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Usulan ini bertujuan untuk mengoptimalkan SR kepada masyarakat sehingga penanganan sosial bisa lebih cepat.


Hal ini disamapaikan Kepala Dinas Humas dan Hubungan Kelembagaan BP Migas, A. Rinto Pudyantoro, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (3/8). “Kita sudah ajukan usulan ini kepada Kementerian ESDM,” ujarnya.


Rinto mengatakan, BP Migas mengusulkan agar SR ini masuk ke dalam bagian dari pergantian biaya operasi (cost recovery). Tujuannya agar BP Migas dapat berperan dalam program SR dan tidak hanya bertumpu pada Coorporate Social Responsibility (CSR). Hal ini juga sesuai dengan International Standars Organization (ISO) 26000 yang menyebutkan,sesungguhnya SR yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah, corporate, organisasi kemasyarakatan (ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga lainnya.


Namun, ia memastikan usulan ini bukanlah untuk melepaskan tanggung jawab perusahaan kepada daerah dan masyarakat. CSR tetap berjalan sebagaimana diatur di dalam Permen No. 22 Tahun 2008, sementara SR bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada BP Migas melakukan SR agar hasil migas daerah dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat setempat. Artinya, CSR dan SR merupakan dua hal yang berbeda dan masing-masing memiliki kapasitas tersendiri.


Kendati demikian, usulan SR menjadi bagian dari cost recovery tidak berlaku bagi perusahaan atau corporate. Aturan ini hanya berlaku bagi lembaga non corporate yang memang memiliki kewajiban untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pasalnya, sambung Rinto, banyak pro dan kontra dari beberapa pihak terkait usulan ini dikarenakan pemahaman yang salah.


“SR menjadi bagian dari cost recovery tidak berlaku bagi perusahaan migas. Mereka tetap melaksanakan CSR sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya.


Direktur Eksekutif Institut Proklamasi,Arief Rahman,menilai usulan dari BP Migas ini merupakan suatu hal yang positif. Menurutnya, setiap pihak memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyat. Sejauh ini, kata Arif, kesejahteraan masyarakat hanya bertumpu pada perusahaan migas yang berada di daerah tambang. Padahal, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat.

Tags: