Capaian Kinerja Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam 5 Tahun Terakhir
Terbaru

Capaian Kinerja Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam 5 Tahun Terakhir

Ambisi yang belum terselesaikan KPPU dalam periode lima tahun terakhir, salah satunya perubahan besar atau amandemen UU Anti Praktik Monopoli.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
KPPU mengadakan acara diskusi media terkait capaian kinerja dalam lima tahun terakhir. Foto: Istimewa
KPPU mengadakan acara diskusi media terkait capaian kinerja dalam lima tahun terakhir. Foto: Istimewa

Anggota KPPU Periode IV resmi mengakhiri tugasnya setelah Komisi IV DPR melantik sembilan anggota KPPU Periode V pada 5 Desember lalu. Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tugas Anggota KPPU Periode IV, KPPU pun menyampaikan laporan kinerjanya kepada publik.

Dalam laporannya, Ketua KPPU Periode IV Prof. M. Afif Hasbullah menyatakan bahwa kinerja persaingan usaha diukur melalui Indeks Persaingan Usaha (IPU), yang mengukur persepsi pemangku kepentingan posisi daya saing, produktivitas, dan efisiensi sektor ekonomi Indonesia. Hasil IPU menunjukkan sepanjang 2018-2022 memperlihatkan adanya tingkat persaingan nasional yang sedikit tinggi serta diikuti dengan perkembangan yang cukup menggembirakan.

Pada 2020, IPU sempat menurun dari 4.72 menjadi 4.65 yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Seiring membaiknya perekonomian nasional secara bertahap, angka IPU mulai mengalami kenaikan dari 4,65 pada tahun 2020 menjadi 4,81 pada tahun 2021 dan 4,87 di tahun 2022. Peningkatan ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan usaha di Indonesia dipersepsikan menuju level tinggi.

Baca Juga:

Kinerja persaingan usaha tersebut dibentuk melalui proses penegakan hukum maupun tindakan preventif melalui advokasi kebijakan. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, KPPU telah menjatuhkan Putusan atas 105 (seratus lima) perkara dan Penetapan atas 6 (enam) perkara dengan perubahan perilaku. Total denda yang dikenakan dari semua Putusan selama ima tahun tersebut mencapai Rp459,15 miliar.

Terdapat dua Putusan yang memiliki denda terbesar dalam kurun waktu lima tahun ini, yakni perkara penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia (total denda Rp71,2 miliar) dan perkara jasa angkutan sewa khusus (total denda Rp49 miliar).

Sebagian besar putusan tersebut, yakni 42,8%, merupakan perkara keterlambatan notifikasi merger dan akuisisi (45 perkara). Diikuti oleh perkara persekongkolan tender (40 perkara atau 38,1%), perkara non tender (13 perkara atau 12,4%), dan perkara kemitraan UMKM (7 perkara atau 6,7%). Keseluruhan nilai proyek dalam perkara persekongkolan tender tersebut mencapai total nilai pengadaan sekitar Rp5,9 triliun.

Tags:

Berita Terkait