Dari Potensi, Isu, dan Regulasi PLTS Fotovoltaik di Indonesia
Terbaru

Dari Potensi, Isu, dan Regulasi PLTS Fotovoltaik di Indonesia

Potensi energi surya diharapkan dapat dioptimalisasi demi mencapai target pemanfaatan energi terbarukan pada industri pembangkit listrik Indonesia.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 7 Menit

 

“Demikian pula, di Jepang, Solar PV menggapai kesuksesan besar pada tahun 2012 setelah memperkenalkan skema FiT dengan tarif listrik yang dihargai 53 US cents/kWh atau dua kali lipat dari harga yang ditawarkan di Jerman pada waktu yang sama. Pada 2017, total kapasitas tenaga surya terpasang di Jepang mencapai 49 GW. Dengan demikian, mekanisme FiT yang telah berhasil diimplementasikan di berbagai negara asing dapat pula digunakan untuk mempromosikan penggunaan Solar PV secara nasional,” ujar Wisnu Aji.

 

Mengawal Kebijakan Terbaru

Dalam Kebijakan Energi Nasional Indonesia (KEN), pemerintah berencana untuk mencapai target 23% bauran energi.

 

A picture containing text, screenshot, font, line

Description automatically generated

 

Melalui Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang RUEN, pemerintah telah memproyeksikan pembangunan PLTS  yang mencapai 6,5 GW pada tahun 2025 dan 45 GW pada tahun 2050. Pemerintah telah mengimplementasikan sejumlah regulasi guna mencapai target ini. Pada tahun 2018, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahan Listrik Negara (Persero) (Permen ESDM 49/2018). Sebelum diimplementasikannya Permen ESDM 49/2018, sistem PLTS belum diatur secara khusus.

 

Dalam perkembangannya, peraturan di atas telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (Permen ESDM 26/2021). Pemberlakuan Permen ESDM 26/2021 mendorong pemanfaatan PLTS atap untuk pembangkit listrik untuk kepentingan pribadi, yang semakin mendukung komitmen nasional terhadap listrik ramah lingkungan.

 

Untuk itu, pemanfaatan PLTS atap dalam Permen ESDM 26/2021 ditujukan untuk (1) menghemat tagihan listrik pelanggan PLTS atap; (2) menghasilkan listrik dari sumber energi terbarukan; dan (3) mengurangi emisi gas rumah kaca. Selanjutnya, Permen ESDM 26/2021 membuat beberapa perubahan substansial pada PLTS, sebagaimana diuraikan oleh Valencia di bawah ini.

 

1. Kebijakan Ekspor-Impor Tenaga Listrik

Dalam konteks ini, ekspor-impor listrik mengacu pada penyimpanan energi listrik di PLN. Ekspor mengacu pada jumlah energi listrik yang disalurkan dari sistem instalasi pelanggan panel surya atap ke sistem jaringan PLN yang tercatat pada kWh meter ekspor-impor. Sementara itu, impor adalah jumlah energi listrik yang diterima oleh sistem instalasi pelanggan panel surya atap dari sistem jaringan PLN yang tercatat pada kWh meter ekspor-impor. Apabila jumlah listrik yang diekspor lebih besar dari jumlah yang diimpor pada bulan berjalan, maka selisihnya akan diakumulasikan dan dianggap sebagai pengurangan untuk tagihan listrik bulan berikutnya.

 

Sebelumnya dalam Permen ESDM 49/2018, konsumen hanya dapat menerima 65% dari energi listrik yang disimpan di PLN. Pasca berlakunya Permen ESDM 26/2021, kuota energi listrik yang diterima konsumen adalah 100%. Artinya, listrik yang dihasilkan konsumen 100% bisa disetor ke PLN. Selain itu, pemerintah juga menambah jangka waktu akumulasi selisih ekspor listrik dari tiga bulan menjadi enam bulan. Kebijakan tersebut berfungsi sebagai insentif untuk mempromosikan penggunaan surya atap di masyarakat umum.

Tags:

Berita Terkait