Ditengarai Langgar Kode Etik, Akom Diadukan ke MKD
Berita

Ditengarai Langgar Kode Etik, Akom Diadukan ke MKD

Berharap diberikan sanksi teguran karena hanya pelanggaran ringan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: SGP
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: SGP
Kursi nomor satu di lembaga legislatif terus digoyang. Belum setahun menjabat Ketua DPR, Ade Komarudin -biasa disapa Akom- diadukan sejumlah anggota dewan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Alasannya, Akom diduga melanggar kode etik dan aturan yang sudah ditetapkan DPR. Hal itu dibenarkan Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, perihal adanya aduan terhadap Akom ke MKD.

“Kemarin memang ada anggota Komisi VI sebanyak 36 orang melaporkan pelanggaran dugaan kode etik berupa kesalahan,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Jumat (14/10).

Kesalahan dimaksud perihal penyampaian secara admnistratif surat menyurat oleh Ketua DPR kepada mitra kerja. Meski sudah mengantongi laporan, MKD tidak serta merta menindaklanjutinya. Sebab, MKD mesti terlebih dahulu mempelajari laporan tersebut secara teliti, apakah hanya sebatas pelanggaran kode etik atau terdapat persoalan lain.

Pendalaman laporan penting dilakukan untuk menghindari multitafsir, termasuk menghindari unsur politis dalam penanganan masalah laporan tersebut. Menurutnya, pimpinan Komisi VI dan Komisi XI sudah melayangkan surat agar polemik tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.

Anggota MKD Sarifudin Suding menambahkan, laporan terhadap Akom ke MKD dilakukan oleh 36 anggota Komisi VI DPR. Menurutnya, persetujuan dalam rapat yang diberikan Akom diketahui dalam rangka membahas penanaman modal negara. Setelah melihat bekas pelaporan, Suding menilai laporan itu terbilang kuat dan dapat diajukan untuk kemudian ditindaklanjuti MKD.

“Pelaporan ini mengacu pada Pasal 126 UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) dan Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR,” ujarnya.

Anggota Komisi VI Bowo Sidik Pangarso membenarkan sejumlah koleganya di Komisi VI melaporkan Akom ke MKD. Dari 36 orang tersebut, 32 nya adalah anggota dan 4 pimpinan Komisi sebagai pihak pelapor. Menurutnya, laporan ke MKD disebabkan Akom sebagai Ketua DPR membiarkan adanya pelanggaran yang sudah diputuskan dalam rapat paripurna 2015. “Di mana mitra Komisi VI salah satunya Kementerian BUMN,” ujarnya.

Singkat cerita, Komisi XI pun memanggil Kementerian BUMN untuk rapat. Sedangkan mengundang kementerian, maka suratnya mengatasnamakan pimpinan DPR. Dengan begitu, Akom dinilai melakukan pembiaran, setidaknya kewenangannya memanggil BUMN yang notabene bukanlah mitra kerja Komisi XI.

Lantaran pembiaran itulah, kemudian BUMN mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) setelah mendapat persetujuan dari Komisi VI. Namun belakangan, Kementerian BUMN dipanggil kembali oleh Komisi XI. Ancamannya, bila BUMN tak hadir maka bakal dibatalkan PMN tersebut.

“Tapi, Sebelum rapat, pimpinan mengundang Dirut BUMN rapat dengan pimpinan. Ini yang salah, tanpa mengajak dan meminta Komisi VI,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan terhadap PMN di Kementerian BUMN, maka menjadi ranah Komisi VI. Namun terdapat pula perusahaan yang berada di Kemenkeu, hal itu menjadi ranah Komisi XI. Meski demikian laporan ke MKD semata menjaga marwah Komisi VI. Meski sama-sama politisi Golkar, Bowo tak ambil pusing. Pasalnya ia sudah berbicara dengan pimpinan DPR, namun tak juga digubris. “Tidak ada hubungannya dengan Golkar,” katanya.

Alasan hanya melaporkan Akom tidak dengan 4 pimpinan DPR lainnya, lantaran Ketua DPR sebagai pihak penanggungjawab secara mutantis mutandis. Sebelum melaporkan, Komisi VI terlebih dahulu melakukan rapat internal. Bahkan tedapat mosi tidak percaya. “Tapi, kalau mosi kan gak ada aturannya. Maka kami ambil langkah sesuai UU MD3. Kalau pimpinan langgar, anggota berhak lapor ke MKD. (Baca Juga: Ruhut Terancam Sanksi Berat Terkait Pelanggaran Etik di MKD)

Berharap sanksi teguran
Laporan ke MKD oleh puluhan anggota Komisi VI tujuannya agar Akom diberikan sanksi ringan berupa teguran. Meski memang Bowo mengakui sulit untuk mencopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR, namun Akom mesti diingatkan akan kesalahannya sebagai pimpinan DPR.

“Minimal ditegur, supaya gak lakukan kesalahan yang sama. Ini bukan pelanggaran berat, ini ringan,” ujarnya.

Menurutnya, pelanggaran yang dilakukan Akom hanyalah pelanggaran ringan dengan dugaan menyalahgunakan kewenangan. Namun Bowo menyerahkan sepenuhnya ke majelis di MKD untuk memberikan penilaian. Ia berharap laporan ke MKD menjadi pelajaran berharga bagi Akom agar ke depan lebih cermat dan teliti da mengharga komisi lain.

“Gak mungkin dicopot. Ini memberikan pelajaran agar Ketua DPR taat tata tertib dan UU MD3,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait