DJSN Anggap Sistem Rujukan BPJS Belum Lancar
BPJS Kesehatan:

DJSN Anggap Sistem Rujukan BPJS Belum Lancar

Fasilitas kesehatan primer masih perlu diperkuat.

ADY
Bacaan 2 Menit
DJSN Anggap Sistem Rujukan BPJS Belum Lancar
Hukumonline
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Situmorang, menilai dalam setahun BPJS Kesehatan berjalan sistem rujukan belum berjalan lancar. Indikasinya, masih banyak peserta dirujuk ke RS padahal penyakitnya dapat ditangani di fasilitas kesehatan primer (FKTP).

Menurut Chazali, masalah itu menjadi tanggung jawab bersama pemangku kepentingan (pemerintah, BPJS Kesehatan dan peserta). Pemerintah memang sudah mencoba menyusun sistem rujukan regional. Tetapi ini masih perlu didorong lewat penguatan FKTP dengan menata dan memperluas klinik swasta dan dokter praktik perorangan. “FKTP harus diperkuat kalau tidak RS bisa kewalahan,” katanya dalam diskusi di kantor BPJS Kesehatan di Jakarta, Kamis (26/3).

Indikasi lain, ada masyarakat yang mempersoalkan masalah kenyamanan dalam pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar BPJS Kesehatan. Chazali menegaskan harusnya yang perlu dikedepankan adalah prinsip gotong royong, bukan sisi kenyamanan. Menurutnya, masalah itu yang diributkan Apindo selama ini sehingga mereka minta penundaan untuk berintegrasi dalam sistem JKN.

Chazali menjelaskan, program JKN memberikan pelayanan secara komprehensif, tak hanya promotif tetapi juga preventif, dantidak ada pembatasan asalkan sesuai indikasi medis. Asuransi swasta walau bebas bisa langsung pergi ke RS untuk mendapat pelayanan kesehatan tanpa menyambangi FKTP terlebih dulu, tapi manfaat yang diberikan terbatas.

Chazali mengatakan problem klaim pembayaran BPJS Kesehatan ke faskes sudah diprediksi sebelum program JKN berjalan. Faktanya, ada faskes yang khawatir BPJS Kesehatan tidak sanggup membayar klaim dan berujung menunggak seperti masa Jamkesmas. Namun ia menegaskan sekalipun klaim rasio BPJS Kesehatan lewat 100 persen pemerintah akan turun tangan menanggung kekurangan bayar klaim tersebut. “Itu sebagaimana perintah UU, BPJS Kesehatan tidak mungkin bangkrut,” tegasnya.

Salah satu upaya mengatasi ancaman itu adalah mengajukan kenaikan iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Rp19.225 jadi Rp27.500. DJSN telah memantau proses pembayaran klaim BPJS Kesehatan terhadap faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Jika ada pembayaran klaim yang kurang baik maka DJSN akan mengingatkan.

Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur, mengatakan sistem rujukan berjenjang akan terus dibangun sampai sistem yang berjalan stabil. Salah satu fokusya yakni penguatan FKTP. Rujukan itu penting agar RS menangani kasus medis yang spesialistik dan di luar itu cukup dilayani di FKTP.

Fajriadinur melihat jumlah rujukan periode Januari-Februari 2015 tinggi yakni 2,2 juta (15,3 persen) rujukan dari 14,6 juta kunjungan ke FKTP. Walau presentase rujukan itu lebih rendah dari 2014 tapi ada rujukan yang mestinya tidak perlu karena bisa ditangani di FKTP, jumlahnya mencapai 214.706 rujukan. “Itu kunjungan yang kasusnya non spesialistik, mestinya dapat ditangani di FKTP,” ujarnya.

Dirjen Bina Usaha Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan, Akmal Taher, mengatakan sistem rujukan selama ini sudah berjalan meski  belum optimal. Program JKN menuntut sistem rujukan berjenjang digunakan secara konsekuen. “Sistem rujukan yang mesti dilewati dalam pelayanan kesehatan mulai dari primer, sekunder sampai tersier,” paparnya.

Dalam sistem rujukan berjenjang, layanan kesehatan primer (FKTP) harus diperkuat. Jika banyak peserta yang dirujuk ke RS, biaya yang harus ditanggung terlalu besar. Sayangnya, lebih dari setahun BPJS Kesehatan beroperasi, persoalan rujukan itu masih kerap ditemui di lapangan sehingga banyak peserta yang menumpuk di RS.

Faskes rujukan tingkat lanjut (FKRTL) menurut Akmal juga sering merujuk peserta yang tidak tertangani ke RS tipe A yang ada di provinsi. Sehingga di RS tipe A itu ada antrian panjang peserta BPJS Kesehatan yang ingin mendapat pelayanan. Guna mengatasi hal itu, pemerintah merancang agar rujukan dilakukan secara regional. Sehingga, RS tipe D atau C tidak perlu langsung merujuk ke RS tipe A yang ada di provinsi, tapi merujuk ke RS yang ditunjuk sebagai RS rujukan regional.
Tags:

Berita Terkait