Elon Musk Gugat Open AI dan CEO Karena Dugaan Pelanggaran Kontrak
Terbaru

Elon Musk Gugat Open AI dan CEO Karena Dugaan Pelanggaran Kontrak

Gugatan yang diajukan ke pengadilan dimaksudkan untuk memaksa OpenAI agar tetap berpegang pada Founding Agreement dan kembali pada misi awal mengembangkan AGI demi kemaslahatan umat manusia, dan bukan untuk menguntungkan pribadi.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

“Kerahasiaan ini terutama didorong oleh pertimbangan komersial, bukan keselamatan. Ini merupakan pelanggaran kontrak, pelanggaran kewajiban fidusia, dan praktik bisnis yang tidak adil. GPT-4 adalah teknologi AGI yang secara efektif dimiliki oleh Microsoft, suatu pengaturan yang diduga berada di luar cakupan perjanjian lisensi perusahaan dengan OpenAI. OpenAI juga sedang mengembangkan model yang dikenal sebagai Q* (Q star) yang memiliki klaim lebih kuat lagi sebagai AGI.”

Banyak laporan menyatakan bahwa kesepakatan antara OpenAI dan Microsoft sedang diawasi ketat oleh otoritas persaingan usaha Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Inggris. Sekadar informasi, dukungan awal Microsoft sebesar 1 miliar USD terhadap OpenAI pada tahun 2019 terjadi tak lama setelah perusahaan AI yang awalnya diketahui beroperasi sebagai organisasi nirlaba, kemudian mengumumkan struktur "laba terbatas" baru yang memungkinkan investasi. BBC menyebutkan investasi Microsoft kian membengkak sebagai kemitraan multi-tahun senilai multi-miliar per Januari 2023 setelah diluncurkannya ChatGPT.

Profesor Boston College Law School di AS, Brian Quinn, mengatakan kepada The Guardian bahwa ada beberapa masalah terkait gugatan tersebut. Pertama, Elon Musk tidak memiliki kedudukan hukum untuk menuntut pelanggaran sertifikat pendirian dewan OpenAI karena dia bukan lagi bagian dari Board. Gugatan yang mengklaim bahwa email tahun 2015 antara Elon dan Sam untuk menetapkan perjanjian pendirian, bersama dengan sertifikat, hanyalah kontrak. Prof. Brian mengatakan hal itu ‘jauh’ sebagai argumen hukum yang masuk akal.

“Permintaan pengembalian uang yang diinvestasikan Elon Musk di OpenAI juga kemungkinan besar akan gagal karena gugatan tersebut mengklaim OpenAI menyimpang dari misinya pada tahun 2023. Yang mana terjadi lama setelah Elon Musk berhenti mendukung organisasi nirlaba tersebut. Sulit untuk melihat bahwa dia memiliki alasan mencoba untuk menegakkan ‘founding agreement’ atau sertifikatnya,” ujar Prof. Brian.

Kepada The New York Times, Prof. Peter Molk yang dikenal sebagai profesor hukum di University of Florida menilai di antara perbedaan antara organisasi nirlaba dibandingkan dengan perusahaan lain adalah secara umum tidak ada orang lain selain jaksa agung negara bagian yang dapat berdiri tegak, menuntut hal-hal yang dikeluhkan Elon seperti tidak mengikuti misi awal mereka.

Hal itulah yang mungkin menjadi salah satu alasan di balik tim pengacara Elon untuk mengajukan kasus ini sebagai pelanggaran kontrak dibandingkan menyerang status nirlaba perusahaan. Selain itu, tuduhan terhadap OpenAI telah melanggar kewajiban fidusia memiliki tantangan tersendiri. Gugatan yang mengedepankan kesepakatan luas yang terdiri dari percakapan dan dokumen membuat semakin sulit menunjukkan apakah betul-betul ada kontrak yang mengikat.

Tags:

Berita Terkait