Gross Split, Langkah Luar Biasa Pemerintah Dongkrak Produksi Migas
Berita

Gross Split, Langkah Luar Biasa Pemerintah Dongkrak Produksi Migas

Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil produksi Migas, Pemerintah menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

DAN
Bacaan 2 Menit

Pasal 1 angka 9 Permen ESDM 38/2015:
Sementara menurut Permen ESDM No. 8 Tahun 2017:

Menurut Tri, yang digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan bagi hasil pada saat persetujuan rencana pengembangan lapangan adalah base split, yang disesuaikan dengankomponen variabel dan komponen progresif.
Besaran Bagi Hasil Awal (Base Spilt) KBH Gross Split sebagai berikut:
Untuk ketentuan penyesuaian bagi hasil, Jika penghitungan komersial lapangan tidak mencapai harga keekonomian tertentu, Menteri dapat memberi tambahan persentase bagi hasil maksimal 5% kepada kontraktor, sementara jika penghitungan komersial lapangan melebihi harga keekonomian tertentu, Menteri dapat memberi tambahan persentase bagi hasil maksimal 5% kepada Negara.

Pada saat pengajuan persetujuan pengembangan lapangan setelah dihitung dengan memasukan komponen variabel dan komponen progresif, kontraktor tidak memenuhi keekonomian tertentu, dapat mengajukan ke Menteri ESDM tambahan persentase bagi hasil maksimal 5% dengan pertimbangan SKK Migas. 

Jika terdapat perbedaan komponen variabel & komponen progresifdengan kondisi aktual, pada pengembangan lapangan, dilakukan penyesuaian bagi hasil dengan mengacu pada kondisi aktual setelah adanya produksi komersial. Penyesuaian bagi hasil akibatkomponen progresif Harga Minyak Bumi, dilaksanakan setiap bulan berdasarkan hasil evaluasi SKK Migas.

“Jadi kita dapat membayangkan kontrak bagi hasil Gross Split selalu diamandemen setiap bulan,” terang Tri.

Sementara Vice President & General Counsel Chevron Indonesia, Peter Dumanauw, mengatakan dalam iklim Investasi migas, peringkat Indonesia masih terendah. Faktor penilaian diantaranya meliputi tingginya pajak, beban dari kewajiban regulasi, ketidakpastian regulasi lingkungan dan peraturan industri hulu migas hingga kekhawatiran terkait stabilitas Politik.

Dalam kesempatan tersebut Peter memaparkan penerapan konspe sejenis Gross PSC di Negara lain. Di India, sejak 2016, semua lisensi atas pelaksanaan aktivitas hulu migas diberikan berdasarkan ketentuan Revenue Sharing Model (RSM).

Dalam ketentuan RSM tidak terdapat skema cost recovery. Revenue sharing di dasarkan pada tinggi dan rendahnya titik pendapatan ditentukan oleh pemerintah sebelum lisensi dikeluarkan. Kontraktor akan menawar terhadap tinggi dan rendahnya pembagian penerimaan setelah royalti, dengan pembagian penerimaan diantara dua titik berdasarkan atas formula garis lurus.

Kemudian di Russia direct-sharing PSC. Dari empat yang ditanda tangani, hanya tiga PSC yang tersisa di Russia, yakni Kharyaginskoye, Sakhalin-1 & Sakhalin-2. Cost-recovery digantikan dengan pembagian langsung yang dinegosiasikan atas hasil produksi, bagian negara minimum 32%.

Selanjutnya, Libya. Pemerintah mendapatkan bagian prosentase atas produksi off the top. Tetapi, hasil produksi yang tersisa dibagi antara kontraktor dan pemerintah berdasarkan atas pengeluaran kumulatif terhadap area yang dikerjakan, termasuk mekanisme cost recovery di dalam ketentuan fiskal.

Dan di Aljazair, PSC tahun 2001 dan Rate of Return PSC tahun 1998 memasukkan variabel yang berhubungan rasio penerimaan kumulatif terhadap biaya kumulatif (mekanisme cost recovery).

Tags: