Hak dan Status Hukum Anak Luar Perkawinan
Hukum Perkawinan Kontemporer

Hak dan Status Hukum Anak Luar Perkawinan

Anak luar kawin memiliki hak dan status hukum yang ketentuannya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berikut ulasannya.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Misalnya, jika si anak berkelamin perempuan, ketika dia mau menikah, maka ayah biologisnya tidak bisa menjadi wali nikah. Ini artinya tidak ada hubungan nasab antara ayah dan anaknya atau tidak ada hubungan yang sah antara anak dan ayah.

Warisan untuk Anak Luar Kawin

Masih dalam hukum Islam, Djubaedah memaparkan anak luar kawin juga tidak bisa mendapat warisan dari ayah biologisnya. Namun, ini bukan berarti anak luar kawin tidak boleh mendapat harta peninggalan dari orang tuanya.

Anak luar kawin bisa mendapat harta peninggalan ayah biologisnya melalui beberapa cara. Misalnya, ayah biologis si anak membuat surat wasiat, bisa juga anak tersebut mengajukan permohonan ke pengadilan agama untuk mendapat wasiat wajibah. Besaran harta peninggalan bagi anak luar kawin tidak boleh melebihi ahli waris sah yang mendapat bagian paling kecil.

Diterangkan Djubaedah, untuk membagi harta waris bagi anak luar kawin, seluruh harta warisan dikeluarkan sepertiga bagian terlebih dahulu untuk anak luar kawin. Kemudian, baru setelahnya harta yang lain diberikan untuk ahli waris. Besaran yang sama juga berlaku bagi harta peninggalan untuk anak luar kawin yang diberikan dalam bentuk hadiah atau hibah.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) sempat menerbitkan Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang merupakan uji materi terhadap UU Perkawinan. Salah satu pasal yang disasar Aisyah Mochtar alias Machica binti H Mochtar Ibrahim selaku pemohon, yaitu ketentuan yang mengatur status keperdataan anak luar kawin.

Dalam putusan itu pada intinya menyatakan hubungan perdata anak luar kawin bukan saja terhadap ibunya dan keluarga ibunya, melainkan juga laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.

Setelah putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 diterbitkan, bunyi Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan berubah menjadi “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.

Tags:

Berita Terkait