Hukum Progresif Bisa Berbahaya Bila Disalahgunakan
Berita

Hukum Progresif Bisa Berbahaya Bila Disalahgunakan

Bila paham ini dipegang oleh hakim yang berintegritas buruk maka bisa menjadi malapetaka.

Ali
Bacaan 2 Menit
Foto: Ali
Foto: Ali

Hakim bukan corong undang-undang. Dia harus mampu menggali keadilan yang berada di masyarakat. Kalimat-kalimat ini sering digunakan oleh para penganut hukum progresif. Salah satu paham dalam ilmu hukum ini mengemukakan bahwa hakim seharusnya bisa ‘menerobos’ hukum bila teks hukum itu dianggap tak memenuhi rasa keadilan masyarakat.

 

Terkesan memang hebat. Namun, bukan berarti hukum progresif tak mempunyai cela. Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan hukum progresif bisa mengundang manfaat di satu sisi, dan bisa mengundang malapetaka di sisi lain. Bak pisau bermata dua. “Hukum progresif itu bisa menjadi cahaya, tapi bisa juga menjadi bahaya,” ujarnya dalam sebuah seminar di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (17/12).

 

Hamdan menilai secara umum, hukum progresif adalah hukum yang bijak. Yakni, hukum yang membawa kedamaian bagi masyarakat, bukan hukum yang menimbulkan masalah. Namun, dengan catatan, bila paham ini dipegang oleh hakim yang berintegritas baik. “Kalau dia dipegang oleh hakim yang tak memiliki integritas maka akan menjadi bahaya,” tuturnya.

 

Misalnya, si hakim bisa saja berdalih berpendapat ‘progresif’ yakni keluar dari penafsiran teks hukum, padahal sesungguhnya dia telah melakukan pelanggaran hukum dan keadilan sekaligus.

 

Dekan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Yos J Utama mencontohkan sebuah putusan hakim dalam kasus perzinahan. Pengadilan Negeri Semarang, lanjutnya, pernah memeriksa perkara perzinahan antara seorang pria dan wanita. Dua orang yang melakukan perzinahan (perselingkuhan) itu masing-masing berada dalam status perkawinan dengan pasangannya yang sah.

 

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan perzinahan terjadi bila salah seorang yang melakukan tengah dalam status perkawinan yang sah dengan orang lain. Bila merujuk kepada KUHP, dua orang itu tentu sudah bisa dikategorikan melakukan tindak pidana perzinahan. Namun, ternyata hakim memiliki putusan lain.

 

“Hakimnya membebaskan dua orang itu. Isi pasalnya kan bilang salah satu harus terikat perkawinan, tapi ini kan dua-duanya terikat perkawinan dengan orang lain. Progresif ya seperti itu,” ujarnya membeberkan ‘logika’ hakim yang aneh itu. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: