ICW: Hakim Terima Suap Harus Diproses Hukum
Aktual

ICW: Hakim Terima Suap Harus Diproses Hukum

ANT
Bacaan 2 Menit
ICW: Hakim Terima Suap Harus Diproses Hukum
Hukumonline
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bertindak tegas dan tidak berkompromi terhadap para hakim yang terlibat suap dengan mengajukannya pada proses hukum, tidak hanya dikenai sanksi administrasi.

"(ICW) Mendesak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk mendorong perkara korupsi yang dilakukan oleh hakim ke proses hukum. Sanksi administratif tetap perlu dilakukan, tapi juga harus mendorong perkara tersebut ke proses hukum," kata Badan Pekerja ICW Agus Sunaryanto dalam rilis pers yang diterima Antara, Rabu.

Tanpa ketegasan MA dan KY dalam menghukum para hakim yang terlibat suap dan meneruskan kasusnya diproses hukum, menurut dia, akan menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.

Ia mencontohkan sejumlah kasus hakim penerima suap tidak dilanjutkan ke proses hukum untuk perkara suap.

Kasus Hakim Pengadilan Negeri Mataram Pastra Joseph Ziraluo yang dihukum oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH), yang terdiri dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, karena menerima suap sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) pada 25 Februari 2014.

Pastra dihukum tidak boleh melakukan sidang selama 6 (enam) bulan dan tidak menerima remunerasi sebagai hakim selama menjalani hukuman. Hukuman Pastra diringankan karena yang bersangkutan telah mengembalikan suap sebesar Rp20 juta tersebut. Selain suap kepada Pastra, Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Putu Swika juga sudah dipecat karena menerima suap.

Pada tahun 2010, MKH juga menjatuhkan hukuman kepada Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Anton Budi Santoso atas percobaan menerima suap sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), berupa hukuman gantung palu selama 2 (dua) tahun dan tidak menerima remunerasi selama masa hukuman tersebut.

"Hal ini sangat bertolak belakangn dengan perkara Akil Mochtar dan Setyabudi Tejocahyo yang akhirnya menjalani proses hukum, karena perkara korupsi bukan soal besaran suapnya, tapi perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana," katanya. Keputusan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk memproses perkara suap hakim ini pada level sanksi administratif, menurut dia, sangat mengecewakan.

Sekalipun sanksi yang diberikan berakibat pada pemecatan hakim tersebut, namun perkara ini tidak berlanjut sampai proses hukum.

"Hal inilah yang menjadi catatan buruk dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya atas hakim yang melakukan korupsi," katanya.
Tags: