Idealnya Pemilihan Rektor Dikelola Perguruan Tinggi Secara Mandiri
Berita

Idealnya Pemilihan Rektor Dikelola Perguruan Tinggi Secara Mandiri

Agar perguruan tinggi menjadi lebih mandiri dalam pemilihan rektor. Termasuk terus mengkonsolidasikan dalam kehidupan berdemokrasi di lingkungan perguruan tinggi.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrator: BAS
Ilustrator: BAS
Wacana pemilihan dan pengangkatan rektor perguruan tinggi mesti dikonsultasikan terlebih dahulu ke Presiden menuai polemik. Gagasan itu muncul lantaran adanya usulan ke pemerintah. Sebabnya, adanya dugaan calon dekan sebuah perguruan tinggi yang hendak dilantik belakangan diketahui menjadi pengikut gerakan ISIS.

Menyikapi wacana konsultasi ke Presiden dalam pemilihan dan pengangkatan rektor sebuah perguruan tinggi, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri angkat bicara. Menurutnya sudah saatnya pemerintah memberikan urusan akademik dan berdemokrasi dalam pemilihan rektor diserahkan secara paripurna ke perguruan tinggi.

(Baca: Tolak Revisi UU KPK, Rektor dan Guru Besar Minta DPR Dukung Penuntasan Kasus e-KTP)

Perguruan tinggi, termasuk pemilihan rektor mestinya pula tak masuki campur tangan pemerintah. Dengan begitu, perguruan tinggi diberi kepercayaan menjadi lebih mandiri dalam pemilihan rektor. Sebab hal itu dapat terus mengkonsolidasikan dalam kehidupan berdemokrasi di lingkungan perguruan tinggi.

“Beri kepercayaan perguruan tinggi agar lebih mandiri, dan agar bisa terus mengkonsolidasikan kehidupan demokrasi di kampus. Tidak hanya pada tataran teori, namun menjadi ajang untuk menerapkan ilmu mereka,” ujarnya melalui keterangan pers yang diterima hukumonline, Jumat (2/6) di Jakarta.

Pimpinan Komisi X DPR yang membidangi pendidikan itu mengakui adanya persoalan dalam mengkonsolidasikan dalam praktik berkehidupan berdemokrasi di kalangan sivitas akademik di lingkungan perguruan tinggi. Antara lain, terkait dengan regulasi pemilihan rektor.

Sebab, dalam aturan Peraturan Menteri Ristek dan Dikti No.1 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/ Direktur Pada Perguruan Tinggi Negeri, memberikan ruang signifikan terhadap menteri untuk memilih calon rektor. Yakni Menristekdikti memiliki hak lebih dari 30 persen hak suara dalam memberikan pilihan terhadap calon rektor perguruan tinggi negeri.

Permen Ristekdikti No 1/2015
Pasal 7 huruf a dan e
Tahap pemilihan  calon Rektor/Ketua/Direktur  dan pengangkatan Rektor/Ketua/Direktur sebagiamana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dan d dilakukan dengan cara:
a. Menteri dan Senat melakukan  pemilihan Rektor/Ketua/Direktur   sidang Senat
e. Pemilihan Rektor/Ketua/Direktur   sebagaimana dimaksud  pada huruf a dilakukan melalui pemungutan suara  secara tertutup dengan ketentuan:
    1.  Menteri memiliki 35% hak suara dari total pemilih; dan
    2.  Senat memiliki 65% hak suara dari masing-masing anggota senat memiliki hak suara yang sama

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan terdapat dampak pemilihan rektor melalui mekanisme tersebut. Orang yang terpilih secara demokrasi dengan perolehan suara tertinggi di ajang pemilihan rektor secara internal menjadi tidak terpilih. Alasannya karena tidak mendapat dukungan menteri. (Baca: Kampus dalam Bunga Rampai Isu Korupsi)

“Dengan diambil alihnya pemilihan rektor oleh Presiden, alih-alih menghentikan kemelut di internal perguruan tinggi, bisa menjadi semakin runyam. Sebab, birokrasi menjadi semakin panjang sampai ke Presiden,” ujarnya.

Ia mengatakan, persoalan kemelut pemilihan rektor yang ditangani Menristekdikti sedemikian berlarut-larut. Nah, bila pemilihan rektor hendak ditentukan langsung oleh Presiden bakal memiliki banyak persoalan. Boleh jadi, diprediksi bakal semakin berkepanjangan polemik tersebut.

Misalnya, banyaknya peraturan pemerintah sebagai mandat dari UU yang sudah ditetapkan DPR tak kunjung terbit. Pasalnya, aturan turunan dari UU tersebut mesti dipelajari dan ditandatangani oleh Presiden. Nah, bila pemilihan rektor menjadi ranah Presiden bakal menambah deretan panjang birokrasi.

“Ini tentu birokrasi yang tidak praktis, tidak modern,” pungkasnya. (Baca: Cerita Rektor Undip tentang Prof Tjip Awali Seminar Hukum Spiritual Pluralistik)

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dalam keterangan tertulisnya mengatakan wacana pemilihan rektor perguruan tinggi yang mesti dikonsultasikan ke Presiden terlebih dahulu. Ia beralasan, rektor merupakan jabatan strategis di lingkungan perguruan tinggi. Bahkan berpengaruh dalam proses akademik mahasiswa. Termasuk pula dalam memberikan penanaman idelogi bagi mahasiswa.

Melalui pembantu Presiden yakni Menristekdikti, nama calon rektor bakal dilaporkan ke Presiden. Dengan begitu nantinya Presiden mengetahui sosok rektor yang bakal dipilih oleh senat perguruan tinggi dan pemerintah melalui Menristekdikti. Tjahjo pun sempat mengutarakan gagasan tersebut ke rektor melalui forum yang digelar Kemendagri.

Alasannya lainnya, fungsi perguruan tinggi diharapkan tetap kritis. Bahkan memberikan solusi terhadap persoalan bangsa ke pemerintah dalam pengambilan keputusan politik. Khususnya pembangunan di tingkat pusat dan daerah. Termasuk membumikan ideologi Pancasila di lingkungan pendidikan.
Tags:

Berita Terkait