Imunitas Yudisial Syarat Mutlak Tegaknya Hukum
Rakernas MA 2011:

Imunitas Yudisial Syarat Mutlak Tegaknya Hukum

Hakim tidak bisa digugat secara perdata atas putusan yang dibuatnya kecuali jika ia melawan hukum.

ASh
Bacaan 2 Menit
Imunitas Yudisial syarat mutlak tegaknya hukum. Foto: Ilustrasi (SGP)
Imunitas Yudisial syarat mutlak tegaknya hukum. Foto: Ilustrasi (SGP)

Setiap hakim memiliki imunitas yudisial (judicial immunity) yaitu kekebalan yang dimiliki hakim dalam melaksanakan tugas-tugas yudisialnya, khususnya yang menyangkut tugas teknis yudisial.

 

“Hakim kebal hukum, tidak bisa diganggu gugat independensinya sepanjang melaksanakan tugas-tugas yusidisialnya,” tutur Ketua Muda Pidana Umum pada Mahkamah Agung (MA), Artidjo Alkostar saat memberi materi di hadapan peserta Rakernas MA di Hotel Mercure, Ancol Jakarta, Senin (20/9).

 

Artidjo mengatakan keberadaan judicial immunity berlaku secara universal dalam norma internasional yang paralel dengan keberadaan Diplomatic Immunity dan Parliamentary Immunity. Menurutnya, imunitas yudisial berkorelasi dengan kebebasan pengadilan dari pengaruh pihak luar dalam memutus suatu perkara. Sebab, kebebasan peradilan inti tegaknya hukum.

 

“Kalau tidak ada imunitas yudisial yang akan rugi masyarakat juga karena tidak memperoleh peradilan yang fair dan independen jika suatu putusan pengadilan dipengaruhi pihak luar, makanya ini syarat mutlak tegaknya hukum, ini juga sudah dijamin Pasal 24 ayat (1) dalam UUD 1945,” kata Artidjo.    

 

Ditambahkan Artidjo, hasil kerja profesional para hakim tidak boleh direvisi oleh otoritas nonyudisial. Dalam arti, revisi atau koreksi atas putusan hakim hanya bisa dilakukan lewat upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali. “Jika tak puas dengan putusan pengadilan harus dengan upaya hukum, di negara manapun memang seperti itu,” dia menegaskan.

 

Imunitas hilang

Ditemui di tempat yang sama, Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil berpendapat imunitas yudisial merupakan bentuk proteksi hakim selama bertugas memeriksa dan memutuskan suatu perkara. Akan tetapi, ketika seorang hakim menyalahgunakan kewenangannya, imunitas itu hilang.

 

“Selama hakim menjalankan tugasnya tidak melawan hukum, ia mendapat imunitas yudisial. Tetapi, jika hakim menjalankan tugas memeriksa dan memutus perkara terbukti menerima suap, maka imunitas yudisial sudah tidak ada,” kata Arsil.  

 

Ia menegaskan bentuk konkret proteksi yang diberikan hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya yaitu hakim tidak bisa digugat secara perdata sekalipun hakim melakukan kesalahan/kelalaian dalam menjatuhkan putusan yang merugikan salah satu pihak.

 

“Misalnya, ketika seorang hakim dalam ijtihad-nya salah dalam memutus perkara, ia tetap tetap tak bisa digugat secara perdata, kecuali jika kesalahan itu karena menerima suap,” ujarnya mencontohkan.

 

Karena itu, jika dikaitkan kasus Antasari yang sempat ditangani KY, menurutnya hakim kasus Antasari tidak bisa dikatakan melanggar hukum. “Kalaupun dianggap hakim kasus Antasari lalai dalam memutus kasus Antasari, tetapi bukan melanggar pidana, hakim Antasari tetap memiliki imunitas yudisial yang tak bisa digugat terlepas apakah kelalaian itu bisa menjadi alasan dikabulkannya PK Antasari.”

 

Sebagaimana diketahui, dalam kasus Antasari Azhar, majelis hakim yang menangani perkara ini di tingkat pertama diadukan ke KY. Pihak Antasari selaku pengadu menilai majelis hakim yang terdiri dari Herry Swantoro, Ibnu Prasetyo, dan Nugroho Setiadji telah melanggar pedoman perilaku hakim. Intinya, ketiga hakim itu dituding telah bertindak tidak profesional. Setelah melakukan pemeriksaan, KY merekomendasikan agar Herry Swantoro dkk dinonpalukan. Tetapi, MA menolak menjalankan rekomendasi KY.

Tags: