Ingin Tebus Kesalahan, Terdakwa Minta Keringanan Hukuman
Berita

Ingin Tebus Kesalahan, Terdakwa Minta Keringanan Hukuman

Orang tua korban berharap terdakwa dihukum sesuai tuntutan jaksa.

FNH
Bacaan 2 Menit
Ingin Tebus Kesalahan, Terdakwa Minta Keringanan Hukuman
Hukumonline
Terdakwa kasus pembunuhan berencana, Ahmad Imam al Hafitd, meminta keringanan hukuman. Ia juga minta diberi kesempatan kedua karena ingin menebus semua kesalahan, termasuk meneruskan kuliah yang tertunda karena kasus ini.

Permintaan itu disampaikan Hafitd saat membacakan pledoi tiga halaman yang ditulis tangan sendiri di dalam sel di PN Jakarta Pusat, Selasa (11/11). Dengan berlinang air mata, Hafitd mengungkapkan rasa penyesalan atas pembunuhan mantan kekasihnya, Ade Sara Angelina Suroto.

Ia kembali menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban. Maaf dari keluarga korban dia nilai sebagai bekalnya di akhirat kelak. “Terima kasih telah memaafkan saya karena itu bekal saya di akhirat nanti,” kata Hafitd, terisak.

Sejak kasus pembunuhan Ade Sara terungkap, Hafitd merasa dirasuki ketakutan, dan terus terngiang hukuman sosial dari masyarakat atas perbuatannya. Ia takut tuntutan masyarakat yang berlebihan membuatnya tak kuat ‘membayar’ semuanya kalau tak diberi kesempatan kedua memperbaiki diri. “Saya sangat takut, ternyata sampai saat ini nggak sanggup, saya merasa dituntut masyarakat. Saya takut nggak bayar semua yang sudah saya lakukan”. Air mata Hafitd menetes.

Hafitd dan kekasihnya, Assyifa Ramadhani, didakwa melakukan pembunuhan berencana. Jaksa menuntut keduanya hukuman seumur hidup. Sidang pledoi Assyifa ditunda hingga pekan depan karena pengacaranya belum siap.

Kuasa hukum Hafitd, Hendrayanto, menolak argumentasi penuntut umum karena ia menilai kliennya tidak terbukti melakukan pembunuhan berencana. “Menolak kesimpulan JPU seperti yang dituliskan dalam kesimpulannya,” kata Hendrayanto dalam persidangan.

Pengacara mengatakan unsur kesengajaan atau perencanaan untuk membunuh, seperti yang dimaksud Pasal 340 KUHP, tidak terbukti dalam persidangan. "Menurut kami perbuatan terdakwa tidak ada sedikitpun menghilangkan nyawa korban dengan perencananan dan sengaja seperti dalam dakwaan pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat satu ke satu KUHP, dalam subsider pasal 338 dan lebih subsider pasal 358," jelasnya.

Bukti dan fakta persidangan yang dimaksud antara lain berkas polisi bernomor BP/210/SH/2014 Ditreskrimum tertanggal 20 Mei 2014, keterangan ahli yang menyatakan korban meninggal akibat penyumbatan dalam rongga mulut yang menyebabkan sulitnya bernapas dan mati lemas, dan alat strum yang tidak dipersiapkan.

Atas dasar tersebut, Hendrayanto meminta hakim dapat mempertimbangkan fakta dan bukti yang ada di persidangan sebelum menjatuhkan vonis terhadap kliennya. Harapannya, vonis dapat diputuskan dengan seadil-adilnya.

"Berkenaan dengan itu memohon majelis hakim membebaskan Hafitd dalam dakwaan JPU, memulihkan nama baik Hafitd dalam harkat dan martabatnya. Apabila hakim berpandangan lain semoga memutuskan dengan seadil adilnya," kata Hendrayanto.

Ayah korban, Suroto, berharap majelis hakim menjatuhkan vonis sesuai rekuisitor penuntut umum. Majelis hakim menjatuhkan vonis secara adil dan sesuai hati nurani.

“Mereka masih muda belia, sudah tega sekali melakukan pembunuhan dengan sanagt keji. Apalagi di usia dewasa? Apabila mereka tidak mendapatkan hukuman yang selama-lamanya saya meyakini ini akan terjadi di kemudian hari dan mereka akan lebih pandai lagi,” ungkapnya.

Putusan majelis hakim belum akan dijatuhkan pekan depan. Majelis hakim masih memberikan kesempatan kepada penuntut umum menanggapi (replik) pledoi terdakwa dan penasehat hukumnya pada 18 November mendatang.
Tags:

Berita Terkait