IPB Masih Ogah Umumkan Susu Formula Tercemar Bakteri
Berita

IPB Masih Ogah Umumkan Susu Formula Tercemar Bakteri

Dalam memori kasasinya IPB menolak mengumumkan susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter Sakazakii.

Mon
Bacaan 2 Menit
IPB Masih Ogah Umumkan Susu Formula Tercemar Bakteri
Hukumonline

 

Pertimbangan Hakim Tepat

Sebaliknya, David dalam kontra memori kasasinya akhir Agustus lalu, menyatakan pertimbangan majelis hakim banding sudah tepat dan sesuai kaidah hukum. IPB memang melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak mengumumkan merek susu formula yang tercemar. Hal itu menimbulkan keresahan pada David pribadi dan masyarakat pada umumnya. Jika IPB tidak mengumumkan hasil penelitian, tidak akan timbul keresakan pada David pribadi dan masyarakat.

 

IPB selaku perguruan tinggi harus memberikan informasi seluas-luasnya tentang hasil penelitian yang dilakukan. Hal itu sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi. Dengan begitu, IPB harus memberikan informasi yang transparan tentang merek susu formula yang tercemar. Informasi itu juga berguna untuk menjamin validitas dan transparansi hasil penelitian IPB.

 

David menyatakan IPB seharusnya memberikan informasi yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bukan hanya melemparkan isu yang meresahkan, kata David dalam memori kasasinya. 

 

Selaku badan publik, IPB juga terikat dengan Pasal 10 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal itu menentukan badan publik wajib mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Karena itu wajar bila IPB dihukum mengumumkan hasil penelitian secara transparan.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, pada pertengahan Februari lalu, Tim dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB melansir hasil penelitiannya terhadap susu dan sejumlah makanan bayi. Hasilnya cukup mencengangkan publik. Dari sampel produk lokal ditemukan fakta bahwa 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan antara April hingga Juni 2006, telah terkontaminasi bakteri ES. Atas temuan ini, Tim FKH IPB melaporkannya kepada Depkes dan BPOM.

 

ES dikategorikan sebagai bakteri berbahaya karena dapat menyebabkan sejumlah penyakit seperti neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan), sepsis (infeksi berat), dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran cerna).

 

Namun, hasil penelitian yang diumumkan ke publik tersebut hanya kesimpulan belaka. Sementara jenis susu formula yang tercemar tidak disebutkan sama sekali. Tim FKH IPB dan Depkes tak kunjung mengumumkan. Demikian pula dengan BPOM. Karena merasa 'digantung' tanpa adanya kepastian, David terpaksa melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Di dalam gugatannya, David memposisikan IPB, BPOM dan Menteri Kesehatan masing-masing sebagai Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III.

Institut Pertanian Bogor (IPB) masih kekeuh tak mau mengumumkan jenis dan merek susu formula yang tercemar bakteri Enterobacter Sakazakii (ES). IPB berpendapat sah-sah saja mempublikasikan hasil penelitian tanpa menyebut merek susu yang dijadikan sample penelitian. Hal itu sudah sesuai dengan tugas dan fungsi IPB sebagai lembaga penelitian dan kewajiban hukum IPB sebagai badan hukum publik. Begitulah dalil IPB ketika mengajukan memori kasasi ke Mahkamah Agung awal Agustus lalu.

 

Permohonan kasasi diajukan lantaran majelis hakim Pengadilan Tinggi memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara No. 87/Pdt.G/2008/PN.JKT.PST. Artinya, IPB tetap dihukum mengumumkan hasil penelitian dengan menyebut jenis produk susu formula yang tercemar. Pengumuman itu harus dilakukan di media baik cetak maupun elektronik. Hukuman yang sama juga berlaku bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Menteri Kesehatan (Menkes). Ketiganya merupakan tergugat atas gugatan yang diajukan oleh David M.L Tobing akhir Maret 2008 lalu.

 

Dalam memori kasasi, kuasa hukum IPB Dedy Mohamad Tauhid, menyatakan penelitian IP bertujuan untuk melihat potensi bakteri ES dengan metode pengambilan sample secara acak. Hal itu tidak bisa disamakan dengan pengawasan atau pengujian terhadap susu formula. Metode pengambilan sample secara acak sendiri sesuai dengan etika penelitian. IPB dapat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum bila penelitiannya bertentangan dengan prosedur penelitian ilmiah.

 

Majelis hakim banding dinilai salah dalam menerapkan hukum karena putusan berdasarkan bukti yang dijadikan dasar putusan hanya fakta umum. Yakni, berupa opini keresahan masyarakat akibat penelitian IPB. Bukti itu tidak bisa dijadikan dasar penentuan kerugian penggugat, David Tobing. Penggugat sendiri bukan wakil masyarakat atau mewakili keresaham masyarakat.

 

Menyusul IPB, Departemen Kesehatan (Depkes) juga mengajukan kasasi akhir Agustus 2009. Departemen yang dipimpin Siti Fadilah itu menyatakan Depkes tidak berkewajiban untuk mengumumkan hasil penelitian IPB. Sebab Depkes tidak memiliki data nama produk susu yang tercemar. Lagipula yang bertanggung jawab dalam mengawasi standar makanan dan minuman adalah BPOM.

Tags: