Jatah Kabinet untuk Partai Pendukung Cukup 30 Persen
Berita

Jatah Kabinet untuk Partai Pendukung Cukup 30 Persen

Pengamat berpendapat posisi menteri harus diisi oleh orang tipikal eksekutor, untuk melengkapi pemimpin negara yang tipikal pemikir.

Fat
Bacaan 2 Menit
Jatah Kabinet untuk Partai Pendukung Cukup 30 Persen
Hukumonline

 

Khusus untuk calon dari partai, Mahfudz menegaskan jangan terjadi rangkap jabatan. Ia mengusulkan agar menteri dari unsur partai melepaskan jabatannya selama duduk di kabinet. Jika menteri berasal dari ketua umum partai, calon menteri tersebut harus mengundurkan diri dari jabatan partainya, Mahfudz menambahkan.

 

Faktor kompetensi, menurut Mahfudz, juga sangat penting. SBY-Boediono harus secara cermat memastikan bahwa orang yang mereka pilih memiliki kompetensi sesuai kursi kabinet yang akan diberikan. Kompetensi, lanjutnya, akan sangat mempengaruhi kinerja anggota kabinet. Misalnya, Menteri Komunikasi dan Informatika harus diduduki oleh orang yang punya pengalaman dan kapasitas di bidang informasi, ujarnya mencontohkan.

 

Tipe eksekutor

Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago mengatakan SBY-Boediono memang tidak bisa tidak harus mengakomodir partai-partai pendukung meraka. Walaupun penentuan ini adalah hak prerogatif presiden, tapi kita harus akui ada realitas politik di dalamnya, katanya.

 

Bicara persentase, Andrinof mengusulkan sebaiknya jatah menteri untuk partai koalisi cukup 30 persen. Angka ini, menurutnya, cukup layak mengingat peran partai koalisi memang tidak terlalu signifikan dalam kemenangan SBY-Boediono. Ia yakin SBY-Boediono menang lebih karena figur yang dikenal oleh masyarakat luas. Jatah partai koalisi maksimum 30%, karena telah ikut mengkampanyekan dan menggalang massa cari suara, tandasnya.

 

Dari manapun asalnya, Andrinof memandang anggota kabinet terpilih nanti harus yang tipikal eksekutor atau cepat mengambil keputusan. Tipikal seperti ini dibutuhkan untuk ‘menandingi' tipikal SBY-Boediono sebagai pemikir. Menteri harusnya diduduki oleh orang-orang yang memiliki tipikal eksekutor, karena pemimpin kita SBY-Boediono orangnya pemikir dan banyak baca buku, ujarnya.

 

Ketua DPP Demokrat Mohammad Jafar Hafsyah mengatakan penentuan kursi kabinet adalah hak prerogratif presiden. Dengan kata lain, semua keputusan ada di tangan SBY sendiri. Ia yakin dalam menentukan kabinet, SBY tidak akan mengalami kesulitan. Jafar juga berani menjamin, SBY bisa berlaku adil bagi partai koalisi dan kalangan profesional. SBY tentu tidak naif, dia bijak dan bisa menentukan secara proporsional siapa yang jadi menteri, katanya.

Penetapan rekapitulasi hasil suara pilpres yang dilakukan oleh KPU semakin menegaskan kemenangan versi quick count yang diraih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono. Pasangan nomor urut dua berdasarkan rekapitulasi KPU menuai suara 60,80 persen. Perolehan ini tidak hanya berarti SBY-Boediono unggul dari dua kompetitornya, tetapi juga berarti pilpres tidak perlu dua putaran.

 

Pasca penetapan rekapitulasi, wacana yang berkembang pun mulai ramai membicarakan formasi kabinet Pemerintahan 2009-2014. Pandangan dan masukan disuarakan sejumlah pengamat maupun partai politik pendukung SBY-Boediono. Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, misalnya, berharap SBY-Boediono cermat dalam menentukan kabinet.   

 

Dalam diskusi bertema Kabinet Baru: Hak Prerogratif versus Tuntutan Partai Koalisi di DPR, Mahfudz berpendapat penentuan jatah menteri pada kabinet mendatang harus didasarkan pada prinsip proporsionalitas. Ia mengusulkan agar kontribusi partai koalisi pendukung dipertimbangkan saat penentuan kabinet. Agar kesoliditasan terjadi dan bisa mendongkrak efektifitas kabinet nantinya, ujarnya.

 

Merujuk pada komposisi kabinet sekarang, Mahfudz mengatakan SBY perlu mengevaluasi secara objektif kinerja anggota kabinet dari unsur profesional ataupun unsur partai politik. Hasil evaluasi itulah yang nantinya menjadi acuan SBY-Boediono dalam menyusun kabinet.

Halaman Selanjutnya:
Tags: