KAI Dorong Penguatan Kompolnas
Terbaru

KAI Dorong Penguatan Kompolnas

Sebab ada berbagai persoalan di kepolisian yang perlu dibenahi mulai dari sumber daya manusia, pengawasan, transpransi dan akuntabilitas, serta kriminalisasi advokat.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Soal transpransi dan akuntabilitas, Tjoetjoe berpendapat hal itu menjadi masalah besar antara lain terkait manajerial, rekrutman, dan mutasi. Mengutip jumlah pengaduan yang diterima Ombudsman, kepolisian menempati posisi 5 besar lembaga yang banyak dilaporkan publik. Advokat juga kerap mengahadapi kendala dalam menjalankan tugasnya ketika berhadapan dengan aparat kepolisian yang koruptif.

Oleh karena itu Kompolnas berperan penting mendorong perbaikan kinerja aparat kepolisian. Terakhir, Tjoetjoe menyoroti masalah kriminalisasi yang kerap dihadapi advokat. Walhasil,  advokat dicari-cari kesalahannya, ditangkap dan diproses secara hukum. Harusnya, ada prosedur khusus yang dilakukan aparat kepolisian sebelum memproses hukum advokat. Misalnya melalui Dewan Kehormatan. Begitu juga sebaliknya, perlu ada prosedur bagi advokat yang ingin melaporkan penyidik.

Berbagai persoalan itu membutuhkan pengawasan yang baik antara lain oleh Kompolnas. Tapi kewenangan Kompolnas selama ini menurut Tjoetjoe sangat terbatas misalnya hanya menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden. Menurutnya, kelembagaan Kompolnas perlu diperkuat sehingga kewenangannya bisa diperluas misalnya melakukan pemanggilan dan pemeriksaan.

Dalam kesempatan yang sama anggota Kompolnas Prof. Albertus Wahyurudhanto, mengatakan ada beberapa hal yang membuat posisi Kompolnas lemah. Misalnya dalam komposisi keanggotaan Kompolnas ada perwakilan dari unsur pemerintah. Idealnya sebagai lembaga pengawas, seharusnya dapat lebih independen.

Hal itu menimbulkan pro dan kontra, bahkan ada yang menilai dengan kondisi Indonesia saat ini perwakilan unsur pemerintah dalam Kompolnas masih dibutuhkan. Penguatan terhadap kelembagaan Kompolnas memang dibutuhkan, tapi pria yang disapa Prof Wahyu itu mengatakan untuk mewujudkannya tak mudah.

Sebelumnya pernah ada usulan revisi Perpres No.17 Tahun 2011 tentang Kompolnas untuk memberikan kewenangan pemeriksaan, tapi ujungnya menuai kritik. Guna mendorong terwujudnya Polri yang profesional dan mandiri sebagaimana mandat Pasal 38 UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri tak bisa dilakukan Kompolnas sendirian, tapi butuh dukungan banyak pihak termasuk kalangan media.

Lemahnya Kompolnas, menurut dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK)- Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) karena produk hukum yang dihasilkan bentuknya rekomendasi. Tentu saja tak ada sanksi jika rekomendasi Kompolnas tak dijalankan. Hal serupa juga dihadapi lembaga pengawas lain seperti Komnas HAM, dan Ombudsman.

“Nah ini memang salah satu titik lemah,” pungkas mantan wartawan sebuah media di Semarang itu.

Tags:

Berita Terkait