Kala RKUHP Belum Lindungi Kelompok Rentan
Utama

Kala RKUHP Belum Lindungi Kelompok Rentan

Mulai kaum perempuan, penyandang disabilitas, tenaga kesehatan, hingga disorientasi seksual yang berpotensi dikriminalisasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Hal lain, usia penyandang disabilitas. Ketika penyandang disabilitas menjadi pelaku dan/atau korban, bakal diperdebatkan usia kalender dan usia mental. Sebab, boleh jadi usia seara kalender sudah dewasa, sementara secara mental perlakuannya masih seperti anak-anak. “Persoalannya, hingga saat ini hukum masih menggunakan usia kalender,” kata dia.

 

Kemudian, Pasal 43 RKUHP menyebutkan, Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana kurang dapat dimintai pertanggungjawaban karena menderita gangguan jiwa, penyakit jiwa,retardasi mental, atau disabilitas mental lainnya dapat diku­rangipidananya dan dikenai tindakan.”

 

Eko mempersoalkan frasa “kurang dapat dimintai pertanggungjawaban”. Menurutnya, pengertian kurang dapat dimintai pertanggungjawaban tidaklah jelas. Karena itu, ia mendesak agar keberadaan Pasal 43 RKUHP dihapus.

 

Begitu pula dengan perlakuan terhadap kelompok transgender. Sebab, selain di lingkungan sosial tersisihkan, melalui aturan RKUHP pun semakin terpinggirkan. Baca Juga: Sekilas Sejarah dan Problematika Pembahasan RKUHP

 

Ketua Arus Pelangi, Yulis Rustinawati mengamini pandangan Putri dan Eko. Menurutnya selain perempuan, penyandang disabilitas, kelompok transgender berpotensi besar bakal dikriminalisasi. Bila pasal-pasal yang potensi mengkriminalisasi kelompok rentan tersebut tidak segera diperbaiki atau dihapus bakal menimbulkan pelanggaran HAM. “Dari segi kebijakan, ini diskriminasi,” sebutnya.

 

Kepala Seksi Pembahasan pada Direktorat Jenderal Peraturan Perundangan Kemenkumham, Reza Fikri Febriansyah berpendapat materi muatan RKUHP masih bisa disempurnakan. Menurutnya, kelompok rentan, delik kesusilaan di banyak negara mengalami persoalan yang sama. Karenanya, mengatasi persoalan kriminalisasi kelompok rentan ini tidaklah sederhana yang dipikirkan.

 

“Ini tak hanya pertarungan cara pandang, tetapi juga perbedaan persepsi (tafsir) atas hak asasi manusia (HAM), adat istiadat, agama, hingga pandangan universalisme. Ini harus didiskusikan lebih dalam,” kata Reza dalam kesempatan yang sama.

 

Terlepas dari itu, dia mengingatkan masih ada waktu tiga bulan hingga Agustus 2018 untuk mendiskusikan dan mencari titik temu persoalan ini. “Masih dibuka ruang memberi masukan rumusan pasal yang bermasalah. Kalau RKUHP diundangkan, masih tersedia waktu dua tahun untuk sosialisasi sebelum berlaku penuh. Jadi ada masa transisi dari KUHP warisan kolonial Belanda ke RKUHP,” katanya.

Tags:

Berita Terkait