Kalangan Pasar Modal Beda Pendapat Soal Iuran OJK
Berita

Kalangan Pasar Modal Beda Pendapat Soal Iuran OJK

Ketua OJK yakin pungutan yang dikenakan kepada industri jasa keuangan tidak akan memberatkan karena diberlakukan secara bertahap.

ANT
Bacaan 2 Menit
Kalangan Pasar Modal Beda Pendapat Soal Iuran OJK
Hukumonline

Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai besaran iuran atau pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekitar 7,5 persen-15 persen dari pendapatan usaha untuk biaya operasional dianggap wajar. Direktur Utama BEI, Ito Warsito, menilai OJK memerlukan biaya yang cukup besar dalam menjalankan fungsinya dalam pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian.

"OJK memang memerlukan pendanaan besar agar dapat berfungsi baik," ujarnya.

Pendapat Ito berbeda dengan Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Lily Widjaja. Dia menilai, iuran biaya operasional OJK cukup membebankan industri pasar modal. Menurutnya, pungutan biaya operasional OJK sebaiknya ditunda terlebih dahulu sampai industri pasar modal dapat benar-benar siap untuk menerima beban tambahan itu.

Ketua Indonesian Corporate Secretary Association (ICSA), Hardijanto Saroso, menambahkan pihaknya akan mengkaji ulang terkait pungutan biaya operasional OJK kepada emiten karena dikhawatirkan mendorong emiten keluar dari pasar modal Indonesia.

"Jadi intinya apakah OJK yang telah dirancang justru akan membebani industri. Dulu untuk mendorong perusahaan masuk pasar modal, ada tawaran pengurangan beban biaya (pajak). Akan tetapi, jika dikenakan pungutan yang membebani emiten, maka dikhawatirkan dapat mendorong perusahaan untuk keluar dari pasar modal dan ini yang harus dijelaskan oleh OJK," katanya.

Dia mengatakan, pihaknya akan mengkaji ulang keuntungan yang didapatkan oleh emiten dengan adanya beban usaha dari pungutan OJK sebelum menyampaikan pendapat kepada regulator pasar modal itu.

"OJK harus menjelaskan secara rinci apa dasar pungutan itu. Jika memang digunakan untuk pengembangan sistem dan memberikan fasilitas tambahan kepada emiten, tidak masalah," ujarnya.

Ditambahkan Hardjianto, jika beban biaya itu sebagian besar digunakan untuk menggaji pegawai OJK, maka pihaknya akan mengembalikannya kepada DPR untuk mengkaji ulang keberadaan otoritas itu.

Tags: