Kejati DKI Jakarta Sebut Pengacara Dahlan Keliru Memahami Dalil-Dalil
Utama

Kejati DKI Jakarta Sebut Pengacara Dahlan Keliru Memahami Dalil-Dalil

Apakah putusan MK sejajar dengan undang-undang atau tidak?

HAG
Bacaan 2 Menit

Putusan MK sejajar UU

Menanggapi pernyataan kubu Dahlan yang menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah setingkat dengan Undang-Undang (UU), pada dupliknya, Kejati DKI Jakarta menganggap hal tersebut merupakan pandangan tidak berdasar hukum. "Di samping itu, UU Mahkamah Konstitusi Nomor: 24 Tahun 2003 juncto UU Nomor 8 Tahun 2011 tidak menyebutkan, bahwa putusan MK adalah setingkat UU," tandas Bonaparte saat membacakan duplik.

Bonaparte menjelaskan sesuai tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana ditetapkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyebutkan hierarki peraturan perundang-undangan.

"Hierarki perundang-undangan tersebut," kata Bonaparte, "yakni UUD Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan MPR, UU atau Perpu, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota."

Untuk diketahui sebelumnya tim kuasa hukum Dahlan, Prof. Yusril saat membacakan replik kliennya (28/7) menyebutkan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mendalilkan bahwa penetapan status tersangka bukan objek praperadilan karena menganggap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, tidak berlaku serta merta sebelum terbentuk UU baru yang mengatur kewenangan praperadilan.

Serta pembatasan Hukum Acara Pidana tentang Praperadilan tidak dapat disimpangi, mengingat membentuk UU merupakan kekuasaan DPR bersama presiden sesuai Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

"Dalil di atas mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum, karena MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peran penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya berdasarkan Pasal 24C UUD 1945," jelas Yusril.

"Kemudian, Pasal 10 ayat (2) huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang diubah UU Nomor 8 Tahun 2011, menyebutkan, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk menguji UU terhadap UUD 1945," tambahnya.

Yusril juga menegaskan Putusan MK setingkat dengan UU dan setiap warga negara wajib menghormati dan menaatinya. Apalagi, termohon sebagai aparat penegak hukum. Sehingga, jawaban Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, adalah sikap tidak bijaksana.

"Menunjukan arogansi dan kesewenang-wenangan termohon selaku aparat penegak hukum yang seharusnya memberikan contoh kepada rakyat untuk tunduk dan patuh kepada hukum," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait