Kendala Pengadilan yang Menghambat Kenaikan Peringkat Kemudahan Berusaha
Utama

Kendala Pengadilan yang Menghambat Kenaikan Peringkat Kemudahan Berusaha

Seperti masih belum dapat membedakan gugatan sederhana dengan perdata biasa, hingga biaya perkara dan advokat yang relatif tinggi dalam penanganan perkara gugatan sederhana yang menelan 74 persen dari nilai utang yang ditetapkan sebesar Rp 113,393,581.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit

Dia melanjutkan parameter yang menjadi tanggung jawab MA, ada 7 hal pembaharuan yang belum diakui dapat mempengaruhi peningkatan kemudahan berusaha, yakni nilai biaya perkara; waktu penyelesaian perkaral; E-Filing (pendaftaran gugatan secara elektronik), E-Payment (pembayaran biaya perkara secara elektronik), E-Summon (panggilan sidang secara elektronik), dan penerbitan putusan.

“Dalam E-Filling belum diakui, karena responden masih mengatakan permohonan elektronik masih harus dilanjutkan dengan penyerahan dokumen fisik ke Pengadilan. E-Payment, pembayaran elektronik masih harus dilanjutkan dengan penyerahan bukti bayar ke Pengadilan,” kata Syamsul.  

Menurut Syamsul, skor indikator penegakan kontrak dalam skenario EoDB ialah menggunakan waktu, biaya dan kualitas akses proses peradilan. Misalnya, Indonesia memerlukan waktu 390 hari untuk menyelesaikan sengketa dari pengajuan gugatan sampai penerimaan pembayaran. Sedangkan Singapore membutuhkan 164 hari dan Malaysia 425 hari.

Terkait biaya perkara dan advokat, Indonesia masih tertinggi dibandingkan Singapore, Malaysia, dan Thailand. Misalnya, biaya perkara dan advokat sebesar 74,0 persen dari nilai utang, Sedangkan Singapore, Malaysia, dan Thailand hanya 25,8 persen, 37,9 persen, dan 16,9 persen dari nilai utang.

“Disini, Biaya advokat di Indonesia masih terhitung tinggi. Semoga nanti ada solusi dari teman-teman advokat untuk dapat membantu meningkatkan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia,” harapnya.

Untuk indikator kualitas proses peradilan yakni struktur peradilan dan hukum acara; manajemen perkara; otomasi perkara dan alternatif penyelesaian sengketa. Indonesia mendapat skor 9 dari 18; Singapore 15.5 dari 18; Malaysia 13 dari 18; dan Thaliand 8.5 dari 18.

Selain itu, WBG belum sepenuhnya mengakui Perma No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Gugatan Sederhana sebagai mekanisme yang memenuhi kriteria survei kemudahan berusaha. Sebab, responden di lapangan menyatakan perkara gugatan sederhana tidak dapat melibatkan adanya saksi ahli untuk menilai kualitas barang sebagaimana disebutkan dalam Perma.

Tags:

Berita Terkait