Ketentuan Hukum Mengenai Hak dan Larangan Bagi Narapidana di Lapas
Berita

Ketentuan Hukum Mengenai Hak dan Larangan Bagi Narapidana di Lapas

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku stres pasca peristiwa OTT oleh KPK di Lapas Sukamiskin Bandung. Selain uang Rp102 juta, ditemukan dispenser, televisi, pendingin udara (AC), kompor, pemanas nasi, dan kulkas kecil dalam sidak di Lapas Sukamiskin.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kementerian Hukum dan HAM menemukan uang sebesar Rp102 juta dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan di Lapas Sukamiskin Bandung, Minggu (22/7) malam. Sidak itu dilakukan untuk menindaklanjuti setelah operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Lapas Sukamiskin.



"Kemenkumham temukan uang Rp102 juta dan sudah beri label untuk masing-masing nanti dicatat dan akan dikembalikan pada keluarganya pada saat keluarganya berkunjung," kata Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Sri Puguh Budi Utami, seperti dilansir Antara saat konferensi pers di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Senin (23/7).

 

Temuan uang itu, kata dia, kemungkinan dipakai narapidana di sana untuk membeli makanan tambahan yang berada di koperasi Lapas Sukamiskin. "Kebetulan di lapas ada koperasi. Mereka mungkin untuk beli tambahan makanan yang tidak disiapkan oleh lapas, misalnya Pop Mie dan kopi. Standar makanan yang diberikan oleh lapas hanya nasi lauk dengan buah. Satu orang tetap nilainya Rp15 ribu untuk tiga kali makan, termasuk di dalamnya disiapkan untuk air minum," ucap Utami.

 

Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga menemukan dispenser, televisi, pendingin udara (AC), kompor, pemanas nasi, dan kulkas kecil dalam sidak di Lapas Sukamiskin tersebut. "Rata-rata yang didapatkan dispenser, ada TV, AC yang kami lepas, kemudian ada kulkas kecil sebenarnya tega enggak tega karena itu dipergunakan untuk tempat obat jadi kalau dipergunakan untuk tempat obat kami dapat memahami. Akan tetapi yang tidak, tadi malam kami keluarkan," tuturnya.

 

Selain di Lapas Sukamiskin, Kemenkumham pada hari Minggu (22/7) juga serentak melakukan sidak di Lapas di seluruh Indonesia. "Temuan di lapas lain tidak begitu banyak serentak dilaksanakan ada handphone yang ditemukan ada senjata tajam tetapi narkotika tidak kami temukan, uang ditemukan ada kipas angin, dispenser itu yang ditemukan teman-teman. Memang yang paling banyak yang di Lapas Sukamiskin," ucap Utami.

 

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sendiri mengaku stres pasca peristiwa OTT oleh KPK di Lapas Sukamiskin Bandung. "Jadi, saya sampaikan ke jajaran ini momen kami untuk bersih-bersih. Saya akui betul-betul ini memalukan, saya stres kebangetan banget sudah tidak bisa ditolerir," kata Yasonna seperti dilansir Antara di hari yang sama.

 

Ia pun mengingatkan agar pegawai Lapas di seluruh Indonesia untuk menguatkan integritas agar kejadian di Lapas Sukamiskin tidak terulang kembali. "Maka saya katakan protap harus jalan. Kalau protap jalan, SOP harus jalan. Itu sebabnya, saya sudah keliling 17 provinsi saya secara pribadi ketemu mereka untuk kuatkan integritas mereka. Untuk minta anak-anak muda ini untuk tingkatkan integritasnya," ucap Yasonna.

 

(Baca Juga: Baca Juga: Belum Ada Efek Jera di Sukamiskin)

 

Terlepas dari OTT KPK di Lapas Sukamiskin, kiranya masyarakat harus memahami apa saja hak dan larangan bagi narapidana yang ada di dalam lapas. Pasal 14 ayat (1) UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, mengatur mengenai hak narapidana di dalam lapas. Sedangkan larangan narapidana diatur dalam Pasal 4 Permenkumham No.6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemsyarakatan dan Rumah Tahanan.

 

Pasal 14 UU 12/1995:

 

  1. Narapidana berhak:

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. menyampaikan keluhan;

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 4 Permenkumham 6/2013:

Setiap Narapidana atau Tahanan dilarang:

a. mempunyai hubungan keuangan dengan Narapidana atau Tahanan lain maupun dengan Petugas Pemasyarakatan;

b. melakukan perbuatan asusila dan/atau penyimpangan seksual;

c. melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian;

d. memasuki Steril Area atau tempat tertentu yang ditetapkan Kepala Lapas atau Rutan tanpa izin dari Petugas pemasyarakatan yang berwenang;

e. melawan atau menghalangi Petugas Pemasyarakatan dalam menjalankan tugas;

f. membawa dan/atau menyimpan uang secara tidak sah dan barang berharga lainnya;

g. menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau mengkonsumsi narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-obatan lain yang berbahaya;

h. menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol;

i. melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi, dan/atau alat elektronik lainnya;

j. memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya;

k. melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian;

l. membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya;

m. membawa dan/atau menyimpan barang-barang yang dapat menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran;

n. melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis, terhadap sesama Narapidana, Tahanan, Petugas Pemasyarakatan, atau tamu/pengunjung;

o. mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban;

p. membuat tato, memanjangkan rambut bagi Narapidana atau Tahanan Laki-laki, membuat tindik, mengenakan anting, atau lainnya yang sejenis;

q. memasuki blok dan/atau kamar hunian lain tanpa izin Petugas Pemasyarakatan;

r. melakukan aktifitas yang dapat mengganggu atau membahayakan keselamatan pribadi atau Narapidana, Tahanan, Petugas Pemasyarakatan, pengunjung, atau tamu;

s. melakukan perusakan terhadap fasilitas Lapas atau Rutan;

t. melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan;

u. menyebarkan ajaran sesat; dan

v. melakukan aktifitas lain yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban Lapas atau Rutan.

 

Terkait fasilitas “Wah” yang ditemukan di Lapas Sukamiskin, Pasal 8 dan Pasal 9 Permenkumham 6/2013 telah menjelaskan mengenai sanksi yang bisa didapat oleh narapidana.

 

Pasal 8 Permenkumham 6/2013:

 

Narapidana atau Tahanan yang melanggar tata tertib, dijatuhi:

  1. hukuman disiplin tingkat ringan;
  2. hukuman disiplin tingkat sedang; atau
  3. hukuman disiplin tingkat berat.

 

Pasal 9 Permenkumham 6/2013:

(1) Hukuman Disiplin tingkat ringan, meliputi:

a. memberikan peringatan secara lisan; dan

b. memberikan peringatan secara tertulis.

(2) Hukuman Disiplin tingkat sedang, meliputi:

a. memasukkan dalam sel pengasingan paling lama 6 (enam) hari; dan

b. menunda atau meniadakan hak tertentu dalam kurun waktu tertentu berdasarkan hasil Sidang TPP.

(3) Menunda atau meniadakan hak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berupa penundaan waktu pelaksanaan kunjungan.

(4) Hukuman Disiplin tingkat berat, meliputi:

a. memasukkan dalam sel pengasingan selama 6 (enam) hari dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) kali 6 (enam) hari; dan

b. tidak mendapatkan hak remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat dalam tahun berjalan dan dicatat dalam register F dan.

(5) Untuk alasan kepentingan keamanan, seorang Narapidana/Tahanan dapat dimasukkan dalam pengasingan dan dicatat dalam register H.

 

Berdasarkan Pasal 10 huruf l Permenkumham 6/2013, narapidana yang melakukan pelanggaran berupa “melengkapi untuk kepentingan pribadi di luar ketentuan yang berlaku dengan alat pendingin, kipas angin, kompor, televisi, slot pintu, dan/atau alat elektronik lainnya di kamar hunian” dapat dijatuhi Hukuman Disiplin tingkat berat.

 

Praktik Sudah Berlangsung Lama

Pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan mengatakan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap Lapas sudah berlangsung lama. "OTT (Operasi Tangkap Tangan) hanya mengkonfirmasi hal tersebut (ketidakpercayaan masyarakat)," kata Pohan menanggapi OTT yang dilakukan KPK terhadap Kalapas Sukamiskin Kelas 1 Bandung, Wahid Husen, saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh Antara, Sabtu (21/7).

 

Menurut dia, rumor terkait adanya ekslusifitas serta pergunjingan di dalam Lapas khususnya Sukamiskin sudah lama beredar di masyarakat. Namun tidak ada tindakan khusus untuk meredam hal tersebut.

 

Ia mencontohkan, seperti ada keluarga yang membeli rumah di sekitar Lapas, gosip narapidana yang bisa keluar-masuk Lapas, maupun mudahnya handphone masuk ke Lapas untuk napi tertentu. "Ini yang disesalkan adalah kenapa itu dibiarkan gitu loh, akhirnya ada OTT," kata dia.

 

Menurut dia, keistimewaan fasilitas yang didapatkan narapidana "elit", bukan tidak mungkin karena adanya bantuan dari para petugas yang ada di Lapas. "Penyimpangan itu tidak mungkin terjadi kalau tidak ada kerja sama dengan aparat. Sekarang dengan OTT membuktikan bahwa ada kerja sama dengan aparat. Anda mah kirim sesuatu ke Lapas, kan susah," kata dia.

 

Senada dengan Pohan, Kriminolog dari Universitas Islam Bandung, Nandang Sambas mengatakan, narapidana kasus korupsi kerap mendapatkan perlakuan istimewa dari petugas Lapas seperti suasana di dalam Lapas maupun waktu kunjungan.

 

"Seperti juga disediakan tempat-tempat khusus yang sangat berbeda dibandingkan ketika mengunjungi warga binaan di LP tindak pidana umum," kata dia.

 

Agar hal ini tidak terulang serta menambah buruk citra Lapas, ia meminta Kemenkumham agar mengevaluasi dari sisi pengawasan, sistem pembinaan Lapas, dan sumber daya manusia yang benar-benar bisa menegakkan peraturan.

 

"Apakah petugas yang hanya pegawai atau sipir ada keberanian untuk menerapkan disiplin terhadap warga binaan yang status sosial maupun tingkat ekonominya lebih tinggi, apalagi (narapidana) mantan pejabat," kata dia. (ANT)  

 

Tags:

Berita Terkait