Ketika Konsumen Susu Formula Menggugat
Berita

Ketika Konsumen Susu Formula Menggugat

Keengganan tim penelitian IPB, BPOM dan Depkes membeberkan fakta yang sebenarnya secara transparan kepada publik dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum.

IHW
Bacaan 2 Menit
Ketika Konsumen Susu Formula Menggugat
Hukumonline

 

Karena merasa 'digantung' tanpa adanya kepastian, David terpaksa melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Di dalam gugatannya, David memposisikan IPB, BPOM dan Menteri Kesehatan masing-masing sebagai Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III.

 

Tuntutan David di dalam gugatan tidak macam-macam. Saya hanya menuntut agar para tergugat secara bersama-sama sesegera mungkin untuk mempublikasikan nama dan jenis produk susu formula yang terkontaminasi itu, ujar pengacara yang baru saja memenangkan gugatan terhadap Lion Air di pengadilan tingkat pertama ini. Jika sudah dipublikasikan produk jenis apa saja yang terkontaminasi, David memastikan tidak akan menggunakannya lagi. Kalau sekarang ini kan kita  terus dalam kondisi harap-harap cemas.

 

Bagi David, gugatan ini hanya untuk mempertegas agar para tergugat mau memberikan informasi yang layak kepada warga negara. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a dan huruf c UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, David memiliki hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa serta mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa dimaksud.

 

Melawan Hukum

Sikap para tergugat yang tak kunjung membeberkan hasil temuan tim FKH IPB itu, menurut David telah memenuhi kriteria perbuatan melawan hukum (PMH). Selain melanggar UU Perlindungan Konsumen, secara umum para tergugat juga dianggap melanggar asas kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

 

Tergugat I misalnya yang dianggap telah melanggar asas kepatutan, ketelitian dan sikap hati-hati dengan tidak memberikan hasil penelitian secara tranparan. Begitu juga dengan Tergugat II yang -berwenang untuk menguji dan meneliti obat dan makanan yang beredar- yang melalui rilisnya malah terkesan menampik hasil penelitian Tergugat I. Sementara Menkes sebagai Tergugat III dianggap tidak melaksanakan kewajiban hukumnya karena lebih memilih mempertentangkan hasil penelitian Tergugat I ketimbang mengumumkannya kepada publik.

 

Sudaryatmo, anggota pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) senada dengan  David. Menurutnya, untuk meredam kecemasan publik, pemerintah harus bertindak fair dan transparan dalam masalah ini.

 

Senada dengan Sudaryatmo, Agus Sunaryanto Divisi Pemantauan Pelayanan Umum ICW berharap agar Depkes dan BPOM tidak memonopoli hasil penelitian IPB. Lebih jauh Agus menanti janji BPOM yang kabarnya akan membeberkan semuanya dalam jangka waktu dua minggu (minggu ini, red).

 

Tidak berdasar

Dihubungi terpisah, Adam P.W.A Wibowo, biro hukum BPOM mengaku belum mendapatkan relaas pemberitahuan perihal gugatan David Tobing. Kami belum tahu kalau ada gugatan ini, kata Adam melalui gagang telepon, Sabtu (22/3).

 

BPOM, lanjut Adam, tidak mempersoalkan langkah David menempuh gugatan hukum. Menurutnya, dengan memakai Pasal 1365 KUH Perdata, tiap orang berhak mengajukan gugatan jika merasa dirugikan. Namun yang  nanti berhak memutuskan adalah majelis hakim, Adam berujar.

 

Gugatan David, masih menurut Adam, menjadi bermasalah jika mencantumkan UU Perlindungan Konsumen sebagai dasar hukumnya. Pasalnya, sengketa di dalam konteks Perlindungan Konsumen hanya antara konsumen dengan pelaku usaha. Sementara pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha dalam perkara ini.

 

Lebih jauh Adam mengutip pasal 45 jo. pasal 46 UU Perlindungan Konsumen. Dari dua pasal itu jelas bahwa tergugat dalam sengketa konsumen tidak lain adalah pelaku usaha, jelasnya. Sementara untuk beberapa perkara tertentu yang mengakibatkan korban dan kerugian materi yang besar, justru pemerintah dapat memposisikan diri sebagai penggugat mewakili konsumen.

 

Ramai pemberitaan tentang tercemarnya susu formula beberapa waktu lalu membikin  David M.L Tobing gusar. Betapa tidak. Advokat yang kerap menangani perkara konsumen ini memiliki dua buah hati yang masih balita yang juga mengkonsumsi susu formula.

 

Seperti diketahui, pertengahan Februari lalu Tim dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Institut Pertanian Bogor (IPB) melansir hasil penelitiannya terhadap susu dan sejumlah makanan bayi. Hasilnya mencengangkan. Dari sampel produk lokal ditemukan fakta 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan antara April - Juni 2006 telah terkontaminasi bakteri Enterobacter Sakazakii (ES). Atas temuan ini, tim FKH IPB melaporkannya kepada Departemen Kesehatan (Depkes).

 

ES dikategorikan sebagai bakteri berbahaya karena dapat menyebabkan sejumlah penyakit seperti neonatal meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak berlebihan), sepsis (infeksi berat), dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran cerna).

 

Kembali ke cerita David Tobing. Dua anaknya, masing-masing Bonauli M.E.L Tobing (3 tahun 4 bulan) dan Jethro M.L Tobing (1 tahun 10 bulan), disebut sebagai konsumen berat susu formula. Anak saya selalu minum susu formula sejak lepas 6 bulan minum ASI (Air Susu Ibu, red) hingga sekarang, ungkap David kepada hukumonline melalui telepon pada Senin (17/3).

 

Ketika tim FKH IPB mempublikasikan hasil penelitiannya, David mengaku terus memantau pemberitaan di media cetak maupun elektronik untuk mengetahui jenis dan nama produk yang dinyatakan terkontaminasi. Namun sayang, harapan David tinggal sekedar harapan. Tim FKH IPB dan Depkes tak kunjung mengumumkan. Demikian pula dengan Badan Penelitian Obat dan Makanan (BPOM).

Tags: