Ketua DPR Minta Pembahasan Dua RUU Ini Dikebut
Berita

Ketua DPR Minta Pembahasan Dua RUU Ini Dikebut

Kedua RUU itu adalah RUU KUP dan RUU Perbankan.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Dalam pidato pembukaan masa persidangan II tahun 2014-2015, Ketua DPR Setya Novanto meminta agar pembahasan RUU Perubahan Atas UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan RUU Perbankan dipercepat. Tujuannya untuk mendorong sisi penerimaan negara.

“Untuk mendorong penerimaan negara, DPR berpandangan bahwa diperlukan percepatan pengajuan RUU. Bahkan jika diperlukan DPR akan menginisasi dan membahasnya lebih awal di masa sidang sekarang,” kata Setya di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (23/3).

Sedangkan terkait RUU Perbankan, lanjut Setya, diperlukan untuk mempercepat terbentuknya arsitektur perbankan nasional yang lebih handal dan kompetitif. Ia percaya hasil pembahasan RUU KUP dan RUU Perbankan dapat menunjang stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ketua Komisi XI Fadel Muhammad menilai, untuk menggenjot sisi penerimaan negara, diperlukan keseriusan dari pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Menurutnya, penerimaan negara dari sektor perpajakan wajib dilakukan sesegera mungkin dan menyeluruh.

Salah satunya, kata Fadel, bisa dengan merombak sistem pekerjaan di Ditjen Pajak. Bila perlu sistem pekerjaan menggunakan teknologi yang canggih, seperti yang dilakukan negara-negara lain. Kecanggihan IT ini dipercaya bisa mempermudah kinerja Ditjen Pajak dan wajib pajak membayar pajaknya.

“Kami mendukung sepenuhnya (tingginya target penerimaan negara, red), hanya kami minta mereka merubah IT, teknologinya, supaya terbuka, bisa diakses dimana saja. Jangan  tersembunyi seperti sekarang,” tutur Fadel.

Anggota Komisi XI M Misbakhun menambahkan, pada saat reses kemarin panitia kerja (Panja) Penerimaan Negara mengunjungi Provinsi Riau. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengetahui sistem atau tata cara yang diterapkan Kantor Wilayah Ditjen Pajak di Riau terkait tercapainya penerimaan pajak di tahun 2014. “Penerimaan pajak di sana mencapai 101 persen di saat nasional penerimaannya hanya 92 persen,” katanya.

Menurutnya, kunjungan tersebut tak hanya berkaitan dengan perpajakan saja. Tapi juga, berkaitan dengan bea cukai yang juga masuk kategori dalam penerimaan negara. “Apa saja kiat-kiat yang sudah dilakukan. Di tahun 2015, apa yang akan mereka lakukan seiring dengan peningkatan besar terhadap apa yang sudah dicapai. Jadi, kita banyak hal di sana,” kata Miskbakhun yang juga menjabat sebagai Sekretaris Panja Penerimaan Negara ini.

Terkait dengan permintaan Setya Novanto, Misbakhun sepakat bahwa, RUU KUP dan RUU Perbankan bisa menjadi pintu masuk bagi Indonesia untuk menggenjot sisi penerimaan negara. Meski begitu, terdapat klausul-klausul lain yang akan dibahas dalam kedua RUU ini.

Misalnya dalam RUU KUP, Komisi XI berencana akan memasukkan klausul mengenai tax amnesty. “Klausul ini sudah ada dalam kesimpulan rapat bahwa pemerintah diminta untuk membahas itu supaya bagian dari upaya rekonsiliation national, bagaimana bangsa ini bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan masa lalu yang berkaitan dengan hal segala aspek,” kata Miskbakhun.

Sedangkan dari sisi penerimaan negara, ia mengusulkan agar terdapat perluasan obyek dalam sektor bea dan cukai. Selama ini, minuman berkarbonasi (bersoda) tak ada cukai. Ia meyakini, jika minuman berkarbonasi dikenakan cukai, maka penerimaan negara bisa lebih bertambah.

Sedangkan dari sisi bea, Misbakhun mengusulkan agar segera diadakan bea untuk tembakau. Selama ini, yang ada hanyalah cukai rokok. Menurutnya, selain menambah sisi penerimaan negara, bea tembakau diperlukan juga untuk mengedepankan kepentingan produsen tembakau Indonesia yang kecil dan menengah.

“Jangan sampai petani tembakau itu menjual produk tembakaunya kepada perusahaan besar,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait