Ketua MA Kritik Gugatan Rektor
Berita

Ketua MA Kritik Gugatan Rektor

Tidak ada yang salah dalam putusan hakim karena ini perintah pengumuman nama merek susu formula berbakteri menyangkut kepentingan publik.

ASh
Bacaan 2 Menit
Ketua MA Harifin A Tumpa kritik gugatan rektor.<br> Foto: Sgp
Ketua MA Harifin A Tumpa kritik gugatan rektor.<br> Foto: Sgp

Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mengatakan gugatan empat perguruan tinggi negeri atas putusan kasasi No 2975 K/Pdt/2009 tertanggal 26 April 2010 yang menghukum IPB, BPOM, Menteri Kesehatan untuk mengumumkan merek susu formula berbakteri enterobacter sakazakii merupakan hal yang keliru. Sebab, sebuah putusan pengadilan tidak bisa digugat kembali ke pengadilan.

 

“Putusan hakim tidak bisa digugat, sehingga tidak layak untuk diproses, tetapi biarkan saja mereka menggugat putusan kasasi itu, tetapi kalau putusan kasasi itu diajukan peninjauan kembali (PK) masih diperbolehkan,” kata Harifin, usai Sholat Jum’at di Gedung MA, Jakarta (20/5).  

 

Harifin justru mempertanyakan kenapa IPB, BPOM, Menkes selaku tergugat hingga kini masih belum melaksanakan putusan kasasi itu. Padahal kasus ini awalnya muncul karena IPB sendiri yang pernah mengumumkan adanya merek susu formula yang terkontaminasi bakteri enterobacter sakazakii atas dasar penelitiannya.

 

Lalu digugat David Tobing, kalau ada umumkan dong, ini masalahnya kan,” kata Harifin. Menurutnya, menjadi aneh jika dikatakan hasil penelitian itu tidak boleh diumumkan secara lebih detail karena alasan kode etik penelitian, padahal sebelumnya IPB pernah mengumumkannya.

 

“Jadi yang diminta David itu beralasan, kalau diumumkan hanya sepotong-sepotong kan menjadi aneh karena membuat masyarakat resah. Bagaimana orang akan tahu kalau hasil penelitian diumumkan sepotong-potong,” jelasnya. “Jadi tidak ada yang salah dalam putusan hakim (kasasi) karena ini menyangkut kepentingan publik, apakah putusan kasasi itu dilaksanakan atau tidak itu persoalan di lapangan.”             

 

Sebelumnya, empat universitas negeri telah mendaftarkan gugatan bantahan atas putusan kasasi No 2975 K/Pdt/2009 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Keempat universitas adalah Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Indonesia dan Universitas Hasanuddin.

 

Intinya, mereka mendukung upaya IPB, BPOM, dan Menkes menolak mengumumkan nama merek susu formula yang yang terkontaminasi bakteri enterobacter sakazakii itu. Hal itu untuk menjaga objektivitas dan independensi dari dosen dalam melakukan penelitian sebagai bagian rangkaian dalam pencarian kebenaran ilmiah untuk memajukan ilmu pengetahuan. Makanya, mereka meminta hakim supaya putusan kasasi itu tidak bisa dieksekusi.

 

Untuk diketahui, kasus ini bermula pada pertengahan Februari 2008 silam, Tim Kedokteran Hewan IPB yang diketuai Sri Estuningsih melansir hasil penelitian terhadap sejumlah produk susu dan makanan bayi. Dari sampel produk lokal susu formula ditemukan 22,73 persen (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan April-Juni 2006 telah terkontaminasi bakteri ES yang dianggap berbahaya bagi kesehatan.

 

Akan tetapi, hasil penelitian yang pernah dipublikasikan lewat website IPB pada 17 Februari 2008 hanya mengumumkan kesimpulannya tanpa menyebut jenis dan merek susu formula yang telah terkontaminasi bakteri itu. Atas dasar itu, David ML Tobing, advokat sekaligus bapak dua anak balita selaku konsumen, menggugat ke pengadilan dengan dasar perbuatan melawan hukum (PMH).

 

Pada Agustus 2008, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Reno Listowo mengabulkan gugatan David. IPB, BPOM, dan Menteri Kesehatan (para tergugat) dihukum untuk mengumumkan hasil penelitian IPB dengan menyebut jenis produk susu formula yang tercemar di media cetak atau elektronik. Lalu, putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung di tingkat kasasi.

 

David Tobing telah mengajukan permohonan sita eksekusi paksa pada 9 Mei lalu lantaran aanmaning (peringatan) dari pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 26 April 2011 tak digubris para tergugat. David meminta pengadilan menyita hasil penelitian IPB itu dan menyita satu buah meja kerja Rektor  IPB sebagai jaminan pelaksanaan pembayaran biaya perkara.

 

Lewat Jaksa Pengacara Negara pihak BPOM dan Menkes siap mengajukan upaya perlawanan atas sita eksekusi paksa itu. Sementara, IPB bertekad mengajukan upaya hukum luar biasa, peninjauan kembali dengan dasar adanya kekhilafan hakim.

 

Tags: