Klien Bertanggung Jawab Atas Pelaksanaan Surat Kuasa
Berita

Klien Bertanggung Jawab Atas Pelaksanaan Surat Kuasa

Advokat seharusnya menolak jika dalam surat kuasa khusus dicantumkan perbuatan yang mengarah pada pelanggaran hukum.

Mys/M-13
Bacaan 2 Menit
Ketua majelis hakim Mahkamah Agung Artidjo Alkostar. Foto: Sgp
Ketua majelis hakim Mahkamah Agung Artidjo Alkostar. Foto: Sgp

Majelis hakim Mahkamah Agung menghukum seorang klien gara-gara isi pengumumanatau iklan di media massa. Meskipun yang mengurus pembuatan pengumuman di media massa itu adalah advokat, tanggung jawab pidana atas isi iklan tetap dibebankan kepada si klien. Sebab, advokat tidak mungkin bekerja dan menjalankan pekerjaan itu tanpa kuasa dan persetujuan dari klien.

Demikian intisari putusan Mahkamah Agung No. 670K/Pid/2010, yang dipublikasikan lewat laman resmi Mahkamah Agung pada Juni lalu. Majelis hakim agung menghukum Soemarto Wijaya enam bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana ‘dengan melawan hukum memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu dengan perbuatan yang tidak menyenangkan’.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim agung menyatakan surat kuasa khusus tertanggal 25 Juli 2007 dari Soemarto kepada dua orang advokatnya mengandung arti kedua advokat bekerja dan bertindak untuk dan atas nama klien. “Tanpa kuasa, perintah, sepengetahuan dan persetujuan dari pemberi kuasa Soemarto Wijaya, maka kedua pengacara/advokat tersebut tidak dapat bekerja. Jadi, tanggung jawab ada pada pemberi kuasa”.

Putusan Mahkamah Agung itu dicapai dengan suara bulat. Ketua majelis, Artidjo Alkostar, malah mengajukan dissenting opinion dengan dasar saksi-saksi yang dirugikan akibat pengumuman di koran sudah menggunakan hak jawab di media yang sama. “Sehingga saksi-saksi tersebut telah memperoleh hak-haknya secara berimbang”. Ternyata pula, tidak ada unsur memaksa secara fisik dan psikis dari terdakwa sebagaimana ditentukan sebagai unsur pasal 335 KUHP. Dua hakim lain yang memutus perkara ini adalah R. Imam Harjadi dan Mansyur Kartayasa.

Awal kasus ini dimulai dari pengumuman di harian Fajar edisi 28 Januari 2008, yang dibuat oleh advokat yang bertindak untuk dan atas nama klien. Intinya, pengumuman itu berisi maklumat kepada masyarakat untuk tidak melaksanakan transaksi apapun atas objek/barang CV Banyumas Group yang beralamat di Makassar. Masih pada pengumuman itu, disebut ada manipulasi akta notaris untuk mengalihkan jejak. Nama Anton Obey, Jeanny Anton Obey, dan Imelda Anton Obey disebut-sebut. Pengumuman itu diduga buntut perseteruan Soemarto dan Anton.

Imelda tak terima namanya disebut-sebut dalam pengumuman. Sebab, saat CV Banyumas berdiri saksi korban belum lahir. Imelda tak punya hubungan dengan pendirian CV, bukan pula sebagai pemegang saham. Gara-gara pengumuman itu, saksi korban merasa malu sehingga terhalang menjalankan usaha. Imelda memperkarakan Soemarto. Perkara ini bergulir ke pengadilan.

Soemarto didakwa melanggar primair pasal 335 ayat (1) ke-1, subsidair pasal 335 ayat (1) ke-2, atau pasal 310 ayat (2) KUHP. Di pengadilan, jaksa tak menggunakan sama sekali pidana perbarengan (pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP), sehingga Soemarto sendiri yang bertanggung jawab. Soemarto belum dikonfirmasi atas proses hukum ini.

PN Makassar menjatuhkan vonis satu tahun tetapi tak perlu dijalani kecuali terbukti melakukan pidana sebelum berakhirnyamasa percoabaan dua tahun. Pengadilan Tinggi membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan penuntut umum. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengoreksi putusan banding.

Penulis buku Hukum Perwakilan dan Kuasa, Rahmat Setiawan berpendapat advokat tidak akan dikenakan tanggung jawab pribadi kalau ia melakukan suatu tindakan sesuai dengan hukum. “Kuasa itu berisi tindakan yang menurut hukum,” ujarnya kepada hukumonline.

Tags: