Koalisi Masyarakat Sipil Tepis Dalil Kekosongan Hukum
Perppu Ormas:

Koalisi Masyarakat Sipil Tepis Dalil Kekosongan Hukum

Mekanisme pembubaran atau pencabutan status badan hukum mestinya lewat peradilan.

Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pembubaran ormas. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pembubaran ormas. Ilustrator: BAS
Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang menolak Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan terus menyuarakan aspirasi. Salah satunya menepis dalil bahwa Perppu Ormas itu terbit untuk mengatasi kekosongan hukum (rechtsvacuum).

Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan dalil itu tak dapat diterima karena faktanya UU No. 17 Tahun 2013 sudah memiliki mekanisme pembubaran ormas yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan. Pemerintah tetap bisa membubarkan ormas, tetapi harus melalui mekanisme yudisial, yakni lewat pengadilan. “Ini bukan persoalan kekosongan hukum, tapi implementasi UU Ormas belum dijalankan oleh Pemerintah,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (23/10).

Imparsial salah satu organisasi yang sejak awal menolak Perppu Ormas. Bersama organisasi masyarakat sipil lain yang tergabung dalam Koalisi, mereka menolak Perppu karena menganggap Perppu Ormas sejak awal mengabaikan due process of law dan asas praduga tak bersalah.

(Baca juga: Alasan 3 Pakar Hukum Tata Negara Sepakat Tolak Perppu Ormas).

Menurut Gufron Perppu Ormas merupakan jalan pintas yang ditempuh pemerintah untuk membubarkan ormas. Perppu ini laksana UU No. 8 Tahun 1985 tentang Ormas yang memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk membubarkan ormas. Subjektivitas Pemerintah itu dikurangi dengan mengubah pembubaran melalui pengadilan dalam UU No. 17 Tahun 2013. Mekanisme ini, kata dia, sudah di jalur yang benar. Namun lewat Perppu, Pemerintah punya wewenang awal lagi membubarkan ormas. Gufron meminta DPR menolak menyetujui Perppu No. 2 Tahun 2017. “Kami mendesak DPR untuk menolak Perppu Ormas,” tukasnya.

Staf Advokasi, Peneliti, dan Kampanye Yappika, Riza Imaduddin Abdali, mengatakan tujuan awal pemerintah menerbitkan UU Ormas antara lain mencegah korupsi dana hibah dan bansos, meminimalisir dana terkait terorisme, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas ormas, serta menindak ormas yang melakukan kekerasan. Namun, setelah 4 tahun UU Ormas berjalan tujuan itu belum tercapai. Implementasi yang paling menonjol dari UU Ormas yakni surat keterangan terdaftar (SKT) ormas.

Pada Desember 2014 lalu, MK sudah memutus SKT sifatnya sukarela dan tidak ada konsep kewilayahan ormas. Ironisnya, putusan itu tidak berjalan efektif, praktiknya ormas yang tidak mengantongi SKT dianggap ilegal, dan mengalami kriminalisasi. Alih-alih memperbaiki UU Ormas, pemerintah malah menerbitkan Perppu Ormas yang dinilai lebih bermasalah.

Mekanisme peradilan yang digunakan untuk membubarkan ormas sebagaimana diatur UU Ormas malah dihapus Perppu Ormas. Pemerintah memilih asas contrarius actus untuk membubarkan ormas yakni suatu badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan keputusan dan yang bersangkutan berwenang membatalkannya.

“Jika pemerintah beranggapan proses peradilan untuk membubarkan ormas butuh waktu lama, harusnya proses itu yang dipersingkat. Jangan malah membubarkan ormas menggunakan asas contrarius actus, itu tidak tepat,” ujar Riza.

(Baca juga: Ditolak Jadi Pihak Terkait, Koalisi Ajukan Amicus Curiae).

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan pembahasan Perppu Ormas harus menjadi momentum DPR untuk membenahi prestasi mereka. Menurutnya DPR sejak terpilih sampai sekarang belum menunjukan prestasinya, terutama di bidang hukum dan HAM. DPR harus jeli melihat ketentuan yang terdapat dalam Perppu Ormas karena ada rumusan pasal yang bermasalah. “Kalau DPR tidak berani menolak Perppu Ormas, setelah diterima UU Ormas itu harus segera direvisi total,” usulnya.

Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, mengatakan jika DPR menerima Perppu Ormas untuk disahkan menjadi UU, koalisi akan membawanya ke MK untuk judicial review. “Kalau DPR menolak Perppu Ormas ya bagus, tapi kalau sebaliknya maka kami akan mengajukan judicial review ke MK,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait