Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Kenaikan Tarif Masuk Taman Nasional Komodo
Terbaru

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Kenaikan Tarif Masuk Taman Nasional Komodo

Pengelolaan Pulau Komodo, Pulau Padar dan kawasan perairan sekitarnya secara eksklusif akan sangat merugikan usaha-usaha pariwisata lokal yang berbasis usaha kecil dan menengah. Diyakini sebagai suatu cara untuk mengusir warga asli pulau Komodo.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kepala Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Roni Septian Maulana. Foto: ADY
Kepala Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Roni Septian Maulana. Foto: ADY

Rencana kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo sebesar Rp 3,75 juta menuai protes dari berbagai kalangan terutama pelaku bisnis pariwisata. Bahkan para pelaku bisnis pariwisata juga menggelar aksi mogok. Protes juga datang dari kalangan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNP). Kepala Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septian Maulana, menilai rencana kenaikan tiket masuk itu sebagai upaya perampasan tanah.

Roni menjelaskan masyarakat asli pulau Komodo sudah dipaksa pindah karena wilayahnya ditetapkan sebagai kawasan Suaka Marga Satwa pada masa pemerintahan Soeharto. Akibatnya, mereka beralih profesi ke sektor pariwisata karena lahan yang selama ini digunakan sebagai sumber penghidupan sudah dibatasi aksesnya. Kebijakan itu sebagai salah satu cara untuk membuat masyarakat asli tidak betah dan dengan sendirinya pindah ke tempat lain.

Sekarang upaya yang serupa juga dilakukan pemerintah melalui rencana menaikan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo dimana pulau Komodo merupakan salah satu pulaunya. Kenaikan tarif itu diyakini bakanl menurunkan jumlah kunjungan wisatawan. Padahal, masyarakat di Taman Nasional Komodo mengandalkan sektor pariwisata.

“Sekarang masyarakat pulau Komodo yang akhirnya mengandalkan sektor pariwisata malah dibuat tidak betah, sehingga dipaksa pindah dengan sendirinya. Ini upaya pemerintah untuk melakukan perampasan tanah milik masyarakat adat Ata Modo,” kata Roni dalam konferensi pers yang digelar Jumat, (5/8/2022).

Menurut Roni, yang diuntungkan dari rencana kenaikan tarif dan ditetapkannya Labuan Bajo dan sekitarnya termasuk pulau Komodo sebagai kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) yakni perusahaan BUMD yang dibentuk Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. BUMD itu diberi kewenangan untuk mengelola wilayah tersebut. Selain itu ada juga perusahaan swasta.

Penetapan pulau Komodo sebagai kawasan konservasi membuka peluang besar masuknya privatisasi yang berkontribusi terhadap perusakan lingkungan dan perampasan lahan. “Wilayah hukum adat masyarakat Ata Modo harus dikeluarkan dari wilayah konservasi dan harus diberi pengakuan hukum,” usul Roni.

Selain mendukung aksi mogok di Labuan Bajo, KNPA mengusulkan sedikitnya 8 rekomendasi. Pertama, mendesak Gubernur Nusa Tenggara Timur untuk menghentikan perampasan tanah rakyat Labuan Bajo atas nama pembangunan kawasan wisata premium Labuan Bajo-Flores.

Tags:

Berita Terkait