Konflik Kepentingan, Otto Mundur Sebagai Pengacara Akil
Berita

Konflik Kepentingan, Otto Mundur Sebagai Pengacara Akil

Mengaku tidak bisa maksimal membela kepentingan Akil.

NOV
Bacaan 2 Menit
Otto Hasibuan memberikan keterangan pers terkait pengunduran dirinya sebagai kuasa hukum Akil Mochtar di kantornya, Jakarta (21/02). Foto: RES
Otto Hasibuan memberikan keterangan pers terkait pengunduran dirinya sebagai kuasa hukum Akil Mochtar di kantornya, Jakarta (21/02). Foto: RES
Advokat Otto Hasibuan resmi mundur dari tim pengacara M Akil Mochtar. Ia beralasan fakta yang terungkap dalam dakwaan Akil berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) dirinya sebagai advokat.

Akil disebut menerima janji Rp10 miliar dari Ketua Tim Pemenangan Soekarwo, agar putusan sengketa Pilkada Jawa Timur memenangkan Soekarwo di MK. Otto merasa, apabila dakwaan tersebut terbukti di persidangan, akan menimbulkan benturan kepetingan Otto selaku kuasa hukum Kofifah Indar Parawansa, saingan Soekarwo dalam Pilkada Jawa Timur 2013.

Hal ini disampaikan Otto saat menggelar konferensi pers di kantornya, Kompleks Duta Merlin, Jakarta Pusat, Jum’at (21/2).

Otto mengatakan, sebelum dakwaan Akil dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, ia sudah mempertimbangkan untuk mundur sebagai pengacara Akil. Namun, Otto urung mundur karena Akil mengaku tidak menerima janji dari tim pemenangan Soekarwo. Faktanya, Akil sempat berkomunikasi BBM dengan Zainudin mengenai uang Rp10 miliar.

“Saya sudah tanya berkali-kali ke Pak Akil bagaimana sesungguhnya soal Jawa Timur. Pak Akil bilang, hasil rapat panel, Kofifah menang 2-1. Lantas kenapa ada BBM anda seakan-akan ada permintaan uang Rp10 miliar? Pak Akil bilang dia ditawarkan. Awalnya ada komunikasi dengan Idrus (Marham), kemudian dengan Zainudin,” ujarnya.

Berdasarkan cerita Akil kepada Otto, komunikasi BBM itu hanya ungkapan kekesalan Akil karena Zainudin menawarkan Rp10 miliar. Akil sedari awal tidak yakin atas tawaran itu.

Meski mundur sebagai pengacara Akil, Otto menegaskan posisinya tidak pada menentukan Akil terbukti menerima janji atau tidak, tapi lebih kepada menjaga independensi Otto sebagai advokat. Ia merujuk pada UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia, jika ada benturan kepentingan, seorang advokat harus mengundurkan diri.

Ia harus mengambil keputusan ini demi berjalannya penanganan perkara yang fair. Selaku Ketua Umum Peradi, Otto juga harus memberi contoh kepada para anggotanya.

“Kalau saya membela Pak Akil, tentu saya dalam posisi untuk menyatakan Pak Akil tidak bersalah menerima janji itu. Saya pasti tidak bisa maksimal membela kepentingan Pak Akil. Jadi, demi kepentingan Pak Akil, Kofifah, dan kemuliaan profesi yang saya emban, saya harus berdiri bebas dan independen,” tuturnya.

Walau begitu, Otto mengatakan dirinya tidak menelantarkan Akil begitu saja. Otto meminta rekannya sesama advokat, Adardam Achyar untuk menggantikan posisinya sebagai ketua tim pengacara Akil. Ia tidak mau melanggar kode etik profesi advokat karena menelantarkan klien. Walau Akil awalnya berat melepas Otto, Akil akhirnya menerima.

Otto menambahkan, andaikata fakta mengenai Zainudin tidak muncul, tentu Otto masih menjadi pengacara Akil. Jika faktanya seperti itu, justru Akil dan Kofifah satu kepentingan. “Nyatanya berbeda. Pak Akil bilang Kofifah sudah menang, padahal di dakwaan Pak Akil disebut menerima janji Rp10 miliar. Di situlah muncul benturan,” terangnya.

Terkait Zainudin, Otto melihat adanya potensi tindak lanjut dari KPK. Ia merasa KPK tidak akan tinggal diam. Apabila kasus Akil terbukti, bisa saja KPK melanjutkan ke si pemberi janji atau pihak-pihak lain. Otto tidak mau mencampuri penanganan perkara di KPK. Tentu KPK yang lebih tahu, karena kewenangan sepenuhnya berada di tangan KPK.

Ketua Tim Pengacara Akil, Adardam Achyar membenarkan jika Otto mundur dari tim pengacara Akil. Ia menjelaskan, alasan Otto mundur semata-mata karena khawatir terjadi konflik kepentingan. “Pak Akil tentu saja sangat prihatin dan kecewa. Tapi, karena ini alasannya karena etik, Pak Akil menghargai keputusan Pak Otto,” tuturnya.

Adardam menyatakan, apabila Akil keberatan Otto mundur, berarti Akil memaksa Otto untuk melanggar kode etik profesi advokat. Ia memaklumi sikap Otto, mengingat Otto juga kuasa hukum Kofifah. Otto tidak mau ketika membela Akil di persidangan, secara emosional akan terbawa kepentingan-kepentingan dia selaku kuasa hukum Kofifah.

Otto selaku Ketua Umum Peradi, menurut Adardam, sudah sepatutnya memberi contoh yang baik. Ia mengaku, Otto lah yang mengajaknya bergabung ke dalam tim pengacara Akil. Setelah Otto mundur, Adardam didapuk sebagai ketua tim. Otto meninggalkan Adardam dalam tim pengacara Akil, karena Otto tidak mau menelantarkan klien.

Namun, Adardam menegaskan, Otto tidak dalam posisi menyatakan dakwaan Akil benar atau salah. Otto hanya melihat ada potensi benturan kepentingan. “Berdasarkan kode etik, harus mengundurkan diri. Walau saya dibawa oleh Pak Otto, saya tidak ikut mengundurkan diri, karena saya tidak masuk tim kuasa hukumnya Kofifah,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait