KPK Agendakan Pemeriksaan BCA Terkait Kasus Hadi Poernomo
Aktual

KPK Agendakan Pemeriksaan BCA Terkait Kasus Hadi Poernomo

ANT
Bacaan 2 Menit
KPK Agendakan Pemeriksaan BCA Terkait Kasus Hadi Poernomo
Hukumonline
KPK memastikan akan memanggil PT Bank Central Asia (BCA) terkait penyidikan kasus dugaan penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA Tbk tahun pajak 1999-2003.

"Saya yakin pihak BCA akan diperiksa karena kasus ini terkait BCA, tapi kapan (waktunya) harus dikonfirmasi ke penyidik," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Hari ini, KPK juga memeriksa mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo yang baru menjadi satu-satunya tersangka dalam kasus ini. KPK tidak melakukan penahanan terhadap Hadi yang baru pertama kali diperiksa sebagai tersangka.

Johan menyatakan belum bisa menyebutkan sudah berapa persen penanganan kasus itu karena pihaknya belum melakukan gelar perkara. Namun, Johan menjamin bahwa kasus tersebut menjadi prioritas KPK.

"Kasus Pak HP adalah bagian 36 perkara yang diselesaikan pimpinan tiga plt dan dua existing pimpinan KPK saat ini," tambah Johan.

KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus tersebut pada 21 April 2014. Ketika kasus terjadi Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak periode 2002-2004.

Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu.

Atas penerimaan keberatan itu, keuangan negara dirugikan senilai Rp375 miliar bahkan potensi kerugiannya mencapai Rp1 triliun.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tags: