KPK Belum Masuk Konstitusi, Indonesia Harus Malu
Berita

KPK Belum Masuk Konstitusi, Indonesia Harus Malu

Tren global menunjukkan lembaga sejenis KPK di sejumlah negara telah diatur dalam konstitusi.

RZK/HRS
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan) dalam jumpa pers usai acara penutupan konferensi. Foto: Sgp
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan) dalam jumpa pers usai acara penutupan konferensi. Foto: Sgp

Konferensi Internasional “Principles for Anti-Corruption Agencies” telah menghasilkan rumusan “Jakarta Statement on Principles for Anti-Corruption Agencies”. Di dalamnya terdapat 16 prinsip yang diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam rangka mewujudkan lembaga anti korupsi yang independen dan efektif.

Salah satu prinsip yang dinilai cukup penting dalam Jakarta Statement adalah Permanence. Sebagaimana tertulis dalam naskah Jakarta Statement [naskah lengkap klik di sini, Red], makna prinsip Permanence adalah lembaga anti korupsi harus dibentuk berdasarkan pranata hukum yang stabil dan tepat, seperti Konstitusi atau undang-undang khusus. Hal ini bertujuan agar keberlangsungan lembaga anti korupsi terjamin.

“Kecenderungannya di beberapa negara, anti-corruption agancies dimasukkan ke konstitusi,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, dalam jumpa pers usai acara penutupan konferensi, Selasa (27/11).

Ironisnya, negara-negara yang dimaksud Bambang diantaranya adalah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Timor Leste. “Indonesia seharusnya malu,” ujar Bambang mengkritik.

Demi jaminan hukum yang lebih mantap, KPK tentunya akan sangat senang jika KPK dimasukkan dalam Konstitusi RI. Namun, sayangnya, hal ini sepertinya belum menjadi prioritas bagi KPK. “Belum ada strategi ke arah sana (mendorong agar KPK dimasukkan dalam konstitusi, red),” ujar Bambang.

Meskipun begitu, KPK bukan berarti menutup pintu sama sekali terhadap ide memasukkan KPK dalam Konstitusi. Bambang mengisyaratkan KPK mungkin saja menggandeng lembaga lain untuk ‘memperjuangkan’ pengaturan KPK dalam Konstitusi. Salah satu lembaga itu adalah Dewan Perwakilan Daerah yang selama ini memang giat mengumandangkan ide amandemen UUD 1945.

Sulit Ada Perubahan
Sementara itu, advokat senior Adnan Buyung Nasution berpendapat KPK tidak perlu diatur dalam Konstitusi. Alasannya, kata dia, karena KPK itu sifatnya ad hoc. Sebagai salah satu ‘bidan’ pembentukan KPK, Buyung mengingatkan bahwa KPK dibentuk untuk menjadi pemicu kinerja Kejaksaan atau Kepolisian yang dinilai tidak mampu memberantas korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait