KPK Dorong Tiga RUU Segera Dituntaskan
Aktual

KPK Dorong Tiga RUU Segera Dituntaskan

ANT
Bacaan 2 Menit
KPK Dorong Tiga RUU Segera Dituntaskan
Hukumonline
KPK mendorong diselesaikannya RUU Ekstradisi, RUU Bantuan Hukum Timbal Balik dan RUU Penyelamatan Aset agar segera diselesaikan.

"KPK akan mendorong dituntaskannya RUU Ekstradisi, RUU 'Mutual Legal Assistant' dan mendorong penyelesaian RUU Penyelamatan Aset, kita dorong tahun ini paling tidak pembahasannya lebih komprehensif," kata Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Dedie A Rachim di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Dedie menyampaikan hal tersebut seusai bertemu dengan Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perek Rizal Affandi Lukman dan Direktur Kerja Sama Intrakawasan Asia Pasifik dan Afrika Benyamin Carnadi untuk membicarakan peran KPK dalam pertemuan forum G20 dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).

Tiga RUU tersebut sesungguhnya juga sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 sebagai usulan pemerintah yaitu RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana (No 44), RUU tentang Ekstradisi (mengganti UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi sebagai usulan No. 48) dan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (usulan No 50).

"Kami koordinasikan dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri dan 'stakeholder' terkait agar segera penyelamatan aset di luar negeri seperti sudah ada pembicaraan antara kita dan Swis. Hal itu harus kita dorong untuk penyusunan di internal di Indoensia," tambah Dedie.

Dedie mengakui bahwa kesulitan utama penyusunan UU tersebut adalah untuk menetapkan siapa otoritas pusat dalam tiga RUU tersebut.

"Masalahnya adalah bagaimana mengkoordinasikan anara Kepolisian, Kejaksaan, Kemenkumham, Kemlu terutama dalam penentuan siapa yang ditunjuk sebagai 'central authority' ini poin penting dan jadi pembahasan kita. Tapi perlu dicatat bukan tumpang tindih tapi belum ada keputusan yang final dan mengikat bahwa satu lembaga ini adalah 'central authority' yang akan menyesuaikan dengan lembaga hukum yang akan jadi UU," ungkap Dedie.

Selama ini, menurut Dedie, KPK sudah mendapatkan penilaian yang baik berdasarkan penilaian United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) atau aturan universal mengenai pemberantasan korupsi.

"Butir yang kami bahas ini terutama 'review' UNCAC yang sudah masuk tahap ke-2 setelah tahap 1 pada 2012 masih ada poin-poin yang harus diselesaikan, jadi terkait dengan dorongan para pihak dalam UNCAC untuk mempercepat 'review' ini dan masuk ke 'review' ke-2," tambah Dedie.

Menurut Dedie, rapor pemberantasan korupsi Indonesia dinilai baik meski ada beberapa hal yang harus diperbaiki.

"Saya optimis karena dari review pertama menempatkan KPK dan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai salah satu 'best practices', karena pemerintah juga sejalan dengan ketersediaan regulasi dan UU yang tujuannya memperkuat pengadilan Tipikor dan keberadaan institusi antirasuah seperti KPK," ungkap Dedie.
Tags: