KPK Tak Bisa Langsung Kategorikan Perbuatan Setya Novanto Langgar Hukum
Berita

KPK Tak Bisa Langsung Kategorikan Perbuatan Setya Novanto Langgar Hukum

KPK perlu menelaah, apa perbuatan itu melanggar hukum atau cuma pelanggaran etik.

NOV
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain. Foto: SGP
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain. Foto: SGP

KPK tidak bisa langsung mengkategorikan perbuatan Ketua DPR Setya Novanto sebagai pelanggaran hukum, seperti penyalagunaaan kewenangan dan pemerasan. Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, mengatakan pihaknya akan mendengarkan masukan-masukan, termasuk dari Staf Ahli Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Said Didu.

"Kita dengar masukannya, kita lihat juga aturan-aturan yang ada. Kan ada aturan soa etika (anggota DPR) juga, bukan cuma aturan hukum. Kalaupun mungkin ada hal yang tidak benar, tapi dari sisi hukumnya bagaimana? Dari sisi etikanya bagaimana?," katanya di sela-sela gathering bersama wartawan di Camp Hulu Cai, Ciawi, Jumat malam (20/11).

Sebagaimana diketahui, Said Didu kemarin mendatangi bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Said berkonsultasi mengenai rekaman percakapan antara tiga orang yang diduga Setya, Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin. Rekaman itu juga sudah dilaporkan ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD).

Terkait rekaman pembicaraan tersebut, Zulkarnain berpendapat, lebih baik jika KPK menelaah lebih dalam terlebih dahulu. Pasalnya, isi rekaman percakapan itu belum tentu masuk dalam ranah tindak pidana korupsi. Bisa saja, masuk dalam ranah etik anggota DPR. Dengan demikian, merasa belum waktunya KPK memberikan komentar.

Walau begitu, Zulkarnain mengungkapkan, KPK pernah melakukan kajian mengenai sumber daya mineral dan batubara (minerba), termasuk untuk Freeport. Namun, kajian yang dimaksud bukan kajian divestasi saham perusahaan pertambangan, melainkan kajian terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan kepala daerah.

Adapun perjanjian antara negara dalam rangka pemberantasan korupsi yang terjalin selama ini, menurut Zulkarnain sudah berjalan baik. Sebagai contoh, apabila ada perusahaan atau pejabat Indonesia yang terlibat korupsi di luar negeri, tentu akan diproses. Begitu pula sebaliknya. "Kita kan ada MLA (Mutual Legal Assistance)," ujarnya.

Sebelumnya, Said menyambangi KPK untuk berkonsultasi mengenai isi rekaman pembicaraan tiga orang yang diduga Setya, Riza, dan Meroef. Sesuai isi rekaman yang juga sudah dilaporkan ke MKD itu, orang yang diduga Setya melobi dan meminta jatah saham Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Tags:

Berita Terkait