Kuasa Hukum: Tenaga Ahli PLN Tidak Layak Dijadikan Tersangka
Aktual

Kuasa Hukum: Tenaga Ahli PLN Tidak Layak Dijadikan Tersangka

YOZ
Bacaan 2 Menit
Kuasa Hukum: Tenaga Ahli PLN Tidak Layak Dijadikan Tersangka
Hukumonline
Kuasa hukum PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyayangkan sejumlah tenaga ahli di PLN dijadikan terdakwa dengan tuduhan merugikan keuangan negara dalam proses pengadaan pekerjaan Life Time Extension (LTE) Gas Turbine GT 2.1 & GT 2.2 PLTGU Blok II Belawan, Medan (LTE GT 2.1 & GT 2.2).

Dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Selasa (20/5), Kuasa hukum PLN, Todung Mulya Lubis, memandang bahwa tidak ada urgensi sama sekali untuk melakukan penahanan terhadap para tenaga ahli PLN. Sebab, selain keahlian para terdakwa sangat dibutuhkan oleh PLN, PLN menjamin bahwa para terdakwa tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

“Tidak selayaknya para tenaga ahli PLN tersebut dijadikan sebagai terdakwa karena proses pengadaan pemeliharaan GT 2.1 & GT 2.2 PLTGU Blok II Belawan Medan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penahanan para terdakwa tidak ada urgensinya sama sekali karena selain keahlian para terdakwa sangat dibutuhkan oleh PLN, PLN menjamin bahwa para terdakwa tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Untuk itu, saya meminta agar para terdakwa segera dibebaskan atau paling tidak dialihkan menjadi tahanan kota”, kata Todung.

Perkara LTE GT 2.1 & GT 2.2 ini berbeda dengan kasus sebelumnya yang juga menimpa para tenaga ahli PLN lainnya, yakni perkara tuduhan tindak pidana korupsi Flame Tubes GT 1.2 Pembangkitan Sumatera Bagian Utara sektor Belawan. Pada kasus Flame Tube, Kejaksaan menuduh ada korupsi akibat ketidaksesuaian spesifikasi Flame Tube yang diterima dan dipasang pada GT 1.2 dengan spesifikasi dalam kontrak. PLN menegaskan bahwa spesifikasi Flame Tube yang didatangkan dan dipasangkan pada GT 1.2 telah sesuai dengan spesifikasi dan bahkan telah dikonfirmasi oleh produsennya sendiri, yaitu Siemens. Bahkan spesifikasi Flame Tube justru lebih menguntungkan.

Dalam perkara LTE ini, para tenaga ahli PLN yang dijadikan tersangka adalah eks General Manager Chris Leo Manggala, ketua panitia lelang Surya Dharma Sinaga, Rodi Cahyawan, dan Muhammad Ali. Selain itu, dua dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propulsi Supra Dekanto dan Direktur Utama PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan.

Pelelangan pekerjaan peremajaan LTE PLTGU Belawan telah dimulai 2009. Namun pelelangan gagal hingga di tahun 2011 dilakukan penunjukan langsung kepada Siemens. Langkah ini pun tak berhasil karena tak ada titik temu lantaran Siemens menawar harga sebesar Rp 830 miliar, jauh dari pagu anggaran PLN sebesar Rp 645 miliar.

Karena terus tertunda, Direksi PLN memutuskan pelaksanaan proses pengadaan LTE PLTGU Belawan dialihkan dari penunjukan langsung ke pemilihan langsung karena selain negosiasi dengan Siemens tak tercapai kata sepakat, tujuan digunakannya metoda pemilihan langsung, yaitu untuk efisiensi anggaran, mendapatkan harga kompetitif, mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), juga memberikan kesempatan yang sama kepada perusahaan lain.

Dalam proses pemilihan langsung, awalnya ada tiga kontestan, yakni Siemens, Mapna Co, dan Ansaldo Energia. Dari ketiga perusahaan tender tersebut Mapna Co dinyatakan sebagai pemenang setelah Ansaldo mundur, dan Siemens dinyatakan gugur karena tidak memenuhi persyaratan Rejection Condition, yaitu tidak menyampaikan total waktu penyelesaian pekerjaan dan tidak menyampaikan garansi Daya Mampu/Mega Watt yang dihasilkan). Siemens adalah pembangun awal PLTGU Belawan.

Pemilihan Mapna Co. sebagai pemenang tender telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Mapna Co. adalah Engine Maker papan atas dunia dan telah disertifikasi sebagai Original Equipment Manufacture (OEM) oleh Gas Turbin World Handbook dan ditetapkan sebagai pemenang tender sesuai ketentuan yang berlaku”, kata Todung.

Namun JPU atas aduan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), menuduh para tenaga ahli PLN tersebut merugikan keuangan negara terkait Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana dengan tuduhan merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Menurut Todung, dalam pekerjaan LTE, PLN justru berhasil melakukan penghematan. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapna Co, tertulis sebesar Rp645 miliar, sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya Rp431 miliar.

“Dengan nilai kontrak sebesar Rp 431 miliar, justru PLN berhasil melakukan saving sebesar Rp 214 miliar (RAB Rp 645 miliar dibandingkan nilai kontrak Rp 431 miliar), sehingga tuduhan kerugian negara tidak terbukti. Karena itulah, dasar penahanan para tenaga ahli PLN tidak berdasar,” kata Todung.

Dia menambahkan bahwa tidak ada kerugian negara, “Kasus PLTGU Belawan ini adalah kriminalisasi bisnis yang sering dilakukan oleh oknum Kejaksaan, misalnya kasus Merpati, Indosat, Chevron. Tampaknya oknum-oknum tersebut kurang atau bahkan memahami perkembangan dunia bisnis. Hal ini sungguh berbahaya bagi penegakan hukum dan kepercayaan investor terhadap Indonesia,” kata Todung.

Kasus ini kalaupun ada kesalahan, selayaknya bukan ranah pidana, melainkan perkara perdata dan administrasi dan menjadi kewenangan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sesuai dengan perjanjian para pihak.

Menurut Todung, selayaknya diapresiasi komitmen PLN dalam beberapa tahun belakangan yang tengah melakukan pembenahan dan pembersihan internal melalui Empat pilar PLN: Partisipasi, Integritas, Transparansi, dan Akuntabilitas. Komitmen tersebut berbuah dengan sejumlah penghargaan anti korupsi, seperti Bung Hatta Anti-Corruption Award 2013; Juara I Perusahaan dengan Keterbukaan Informasi Publik 2013.
Tags: