Kultur Menghukum Hambat Penerapan Diversi
Berita

Kultur Menghukum Hambat Penerapan Diversi

Kesepakatan antara pelaku dan korban sangat menentukan.

MYS
Bacaan 2 Menit

Menurut Prof. Muladi, ahli hukum pidana Universitas Diponegoro Semarang, tujuan utama keadilan restoratif adalah mereparasi kerugian korban, pengakuan pelaku atas kerugian akibat tindak pidana yang dia lakukan, konsiliasi atau rekonsiliasi antara pelaku, korban dan masyarakat, reintegrasi pelaku, dan menyelesaikan konflik secara damai.

Saat ini Prof. Makarao sedang memimpin sebuah tim di bawah Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melakukan kajian tentang ‘Penerapan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak-Anak’. Diperkirakan hasil penelitian ini akan kelar pada Desember 2013.

Dalam penerapan keadilan restoratif khususnya diversi, kesepakatan antara pelaku dan korban menjadi bagian terpenting dari proses. Sebab, kesepakatan itulah yang menjadi modal utama diversi. Jika keluarga korban tak mengampuni pelaku dan tetap ingin pelaku diproses ke pengadilan, keinginan untuk diversi menjadi hilang. Tetapi, sebaliknya, pelaku juga harus secara jujur mengakui kesalahan dan bersedia membayar kerugian kepada korban. “Kalau tidak terjadi kesepakatan maka restorative justice gagal,” kata Taufik Makarao.

Karena itu pula, dalam sebuah acara di BPHN (26/8), Prof Muladi menggarisbawahi pentingnya menjaga keamanan dan konfidentialitas para pihak dalam proses mencapai keadilan restoratif. Termasuk memperhatikan syarat dan fakta yang relevan dengan peristiwa. Jika tidak tercapai kata sepakat, maka kemungkinan besar kasus itu akan dikembalikan kepada sistem peradilan pidana.

Seolah ‘menjawab’ tantangan penelitian tim BPHN itu, kini terjadi kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa enam orang di jalan tol Jagorawi Jakarta. Dan pelakunya adalah anak berusia 13 tahun. Polisi yang menangani kasus kecelakaan sudah mulai mencoba menerapkan prinsip keadilan restoratif. Berhasilkah?

Tags:

Berita Terkait