Lawyer dan Panitera PN Jakut Kena OTT KPK, Diduga Terkait Kasus Saipul Jamil
Utama

Lawyer dan Panitera PN Jakut Kena OTT KPK, Diduga Terkait Kasus Saipul Jamil

KPK turut mengamankan uang Rp350 juta.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
PN Jakut. Foto: RES
PN Jakut. Foto: RES
Lagi, panitera pengadilan "terjaring" dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Kali ini, KPK menangkap seorang panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pun membenarkan adanya penangkapan tersebut. "Benar," katanya saat dikonfirmasi, Rabu (15/6).

Selain panitera, ada seorang lagi yang ditangkap KPK. Saut menyebutkan, seorang lagi beprofesi sebagai lawyer atau pengacara. Lawyer ini diduga sebagai pemberi, sedangkan panitera diduga sebagai penerima suap. Belum diungkapkan secara detail siapa nama lawyer dan panitera dimaksud.

Namun, Saut mengatakan, penangkapan panitera dan lawyer itu diduga berkaitan dengan penanganan perkara pedangdut Saipul Jamil. Ketika ditanyakan apakah serah terima uang dari lawyer kepada panitera dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan Saipul di PN Jakarta Utara, ia tidak menjawab.

Sebagaimana diketahui, kemarin, Saipul baru menjalani sidang vonis di PN Jakarta Utara. Saipul divonis dengan pidana penjara selama tiga tahun. Vonis Saipul jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni tujuh tahun penjara. Putusan itu dibacakan oleh majelis yang diketuai Ifa Sudewi dan dibantu panitera Doni Siregar.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, panitera yang ditangkap KPK bernama Rohadi. Dia menjabat sebagai Panitera Muda Pidana pada PN Jakarta Utara. Sedangkan, pengacara yang ditangkap adalah Berta Natalia. Berta merupakan salah satu pengacara Saipul. Saat pembacaan putusan, Berta ikut mendampingi Saipul.

Dari penangkapan panitera dan pengacara tersebut, KPK berhasil mengamankan uang sejumlah Rp350 juta. Diduga, uang itu merupakan bagian dari komitmen fee yang berjumlah miliaran. Sebenarnya, masih ada beberapa pihak lain yang ikut diamankan, tetapi belum diketahui siapa saja dan bagaimana perannya.

Sementara, Humas PN Jakarta Utara, Hasoloan Sianturi mengaku belum mendapatkan informasi pasti mengenai penangkapan Rohadi. Pihaknya sedang berupaya memastikan keberadaan Rohadi. "Tadi pagi, kita cek, yang bersangkutan masuk kantor. Sekarang sedang kita cari. Apa lagi bersidang atau di tempat lain. Ditelepon tidak nyambung," ujarnya.

Andaikata penangkapan Rohadi itu benar, Hasoloan menyatakan prihatin. "Mestinya jangan terjadi seperti ini. Seandainya ini benar, semoga menjadi pembelajaran semua pihak. (Soal pemberhentian) Tentu itu kewenangan pimpinan. Pimpinan punya mekanisme untuk melakukan pemberian sanksi," imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Ifa Sudewi menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap Saipul. Hakim menganggap Saipul terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana  sebagaimana Pasal 292 KUHP. Saipul terbukti melakukan perbuatan cabul dengan orang dari jenis kelamin yang sama yang diketahui belum dewasa.

Sebelum putusan tersebut dibacakan, majelis hakim memaparkan hal-hal yang menjadi dasar pemberat dan ringan dalam mengambil putusan Perkara No. 454/Pid.Sus/2016/PN JKT.UTR ini. Salah satu dasar pemberat yang disebutkan oleh hakim yaitu terkait dengan status Saipul sebagai artis atau public figure.

Hakim menyayangkan perbuatan Saipul. Pasalnya, peraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta (FH UBH) ini adalah seorang public figur yang dikenal luas dan memiliki banyak pengikut di masyarakat, sehingga mungkin saja banyak orang di luar sana yang mmencontoh dan menjadikan Saipul sebagai seorang panutan.

Selain itu, rasa trauma yang sempat dialami oleh korban pun menjadi dasar hakim untuk memperberat hukuman Saipul. Meski begitu, hakim juga mempertimbangkan bahwa korban kini sudah menjalani hidup dengan normal dan mengaku sudah memaafkan perbuatan Saipul di muka pengadilan yang menjadi hal meringankan bagi Saipul.

Putusan tiga tahun pidana penjara ini memang bisa dibilang lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan penuntut umum. Tepat satu minggu sebelum sidang putusan, Selasa (7/6), jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Dado Achmad Ekroni dan Yansen Dau menuntut agar Saipul divonis tujuh tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp100 juta.

Tuntutan itu didasarkan pada Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan dakwaan pertama dalam dakwaan yang disusun secara alternatif oleh kedua penuntut umum. Namun hakim mengenyampingkan tuntutan itu, dan memilih membuktikan dakwaan ketiga terlebih dulu yaitu Pasal 292 KUHP.

Perkara yang sejak awal masuk kategori pidana khusus dengan klasifikasi perkara perlindungan anak ini pun akhirnya justru diputus dengan ketentuan pidana umum. Penuntut umum mengatakan akan memikirkan kembali untuk mengajukan upaya hukum pasca mendengar putusan dibacakan oleh hakim.
Tags:

Berita Terkait