Loloskan Perbaikan Permohonan Sengketa Pilpres Menuai Kritik
Sengketa Pilpres 2019:

Loloskan Perbaikan Permohonan Sengketa Pilpres Menuai Kritik

MK dinilai melanggar hukum acara yang dibuatnya sendiri. Namun, alasan MK menerima materi perbaikan permohonan pilpres ini karena demi kekosongan hukum dan kesempatan yang sama di hadapan hukum untuk menyerahkan perbaikan bagi para pihak.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Jadi, saya yakin yang menjadi objek persidangan adalah permohonan yang diregistrasi pada 24 Mei. Jika tidak, maka tidak akan menemukan kebenaran materil. Jika hukum acara diabaikan tidak akan menemukan kebenaran materil,” kata Wayan.

 

Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Maruf, Yusri Ihza Mahendra meminta kebijaksanaan (perhatian) Majelis Hakim Konstitusi karena materi permohonan yang dibacakan terlihat kombinasi antara permohonan tanggal 24 Mei 2019 dan perbaikan permohonan tanggal 10 Juni 2019. Padahal, kedua permohonan awal dan permohonan perbaikan itu petitumnya berbeda sekali.

 

“Kami akan kesulitan memberikan jawaban/tanggapan terhadap kedua permohonan tersebut. Jadi petitum yang mana yang harus digunakan?”

 

“Akankah lebih baik, Majelis dapat memberi rujukan permohonan mana yang seharusnya digunakan. Karena kami kebingungan membuat surat jawaban Pihak Terkait. Saya kira Majelis harus tegas memberikan keputusan terkait permohonan mana yang harus digunakan dalam persidangan ini,” pintanya.

 

Demi kesamaan di hadapan  hukum

Menanggapi persoalan ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengakui dalam UU Pemilu dan Peraturan MK tidak memberi ruang untuk perbaikan permohonan. Namun, sebagaimana disimak bersama bahwa argumentasi dan dasar alasan Pemohon mengajukan keterangan mengajukan perbaikan permohonan.

 

“Pemohon menggunakan rujukan dari penyataan Juru Bicara MK yang memperbolehkan adanya perbaikan permohonan. Sedangkan Termohon dan Pihak Terkait menggunakan rujukan UU Pemilu dan Peraturan MK. Nah, nanti hal ini biarkan Mahkamah yang akan menilai secara seksama dan memberi jawabannya saat putusan (akhir) nanti. Insya Allah,  MK akan bijak dan cermat,” kata Suhartoyo.  

 

Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan pada dasarnya ketentuan perbaikan permohonan ini ditentukan berdasarkan UU MK dan Peraturan MK. Merujuk Pasal 86 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK jo Pasal 55 ayat (1) Peraturan MK No. 4 Tahun 2008, intinya demi kekosongan hukum MK dapat mengatur sepanjang tugas dan wewenangnya atau mengenai hukum acara pilpres akan ditentukan lebih lanjut dalam rapat permusyawaratan hakim. “Ini demi keseimbangan dan kesempatan yang sama di muka hukum, sehingga Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu diberikan kesempatan yang sama untuk menyerahkan perbaikan,” dalihnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait