‎Marzuki Alie Disebut Terima Voucher Rp500 Juta dari Adhi Karya
Berita

‎Marzuki Alie Disebut Terima Voucher Rp500 Juta dari Adhi Karya

Anas mengaku tidak mengetahui soal pemberian voucher Rp500 juta kepada Marzuki Alie.

NOV
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Marzuki Alie. Foto: SGP.
Ketua DPR Marzuki Alie. Foto: SGP.
Direktur Utama PT Assa Nusa Indonesia Saul Paulus Nelwan membenarkan dirinya pernah diberi tahu Manajer Marketing PT Adhi Karya (AK) M Arief Taufiqurrahman bahwa perusahaan plat merah itu pernah memberikan voucher senilai Rp500 juta kepada Ketua DPR Marzuki Alie. Pemberian tersebut terkait proyek pembangunan gedung DPR.

Hal ini disampaikan Paul saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/6). Paul menyatakan keterangan itu pernah ia sampaikan saat diperiksa penyidik KPK. Ketika itu, penyidik KPK menanyakan apakah ada keterangan lain yang ingin disampaikan Paul terkait Arief dan Hambalang.

Lalu, Paul menambahkan keterangan mengenai informasi yang disampaikan Arief dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP, Paul mengaku bertemu Arief pada 12 Januari 2014. Dalam pertemuan itu, Arief menyampaikan bahwa dia diminta Direktur Utama PT AK Kiswo Darmawan menghadap Marzuki pada Senin, 13 Januari 2014.

Menurut cerita Arief kepada Paul, alasan Marzuki memanggil Arief adalah karena adanya bon atau voucher sebesar Rp500 juta dari PT AK untuk Marzuki. Paul melanjutkan, Arief menjelaskan pemberian Rp500 juta dari PT AK kepada Marzuki terkait rencana proyek pembangunan gedung DPR yang akan diikuti PT AK.

Paul membenarkan, sesuai cerita Arief, voucher Rp500 juta itu diserahkan oleh Kepala Divisi Konstruksi I PT AK Teuku Bagus Mokhammad Noor kepada Marzuki. “Hari Senin, 13 Januari 2014 saya menerima informasi dari Arief melalui blackberry messenger (BBM) dia tidak mau datang memenuhi panggilan Marzuki Ali,” katanya.

Namun, Paul tidak mengetahui secara detail mengenai proyek tersebut. Paul hanya mengetahui dari Arief. Selain itu, Paul juga membenarkan semua keterangannya dalam BAP, termasuk pertemuannya dengan Arief. Menurut Paul, Arief menyampaikan keinginan PT AK untuk ikut serta dalam proyek Hambalang di Kemenpora.

Bukan cuma Arief, Mindo Rosalina Manulang juga sangat ngotot memasukan perusahaan M Nazaruddin, PT Duta Graha Indah (DGI) dalam proyek Hambalang. Padahal, Sekretaris Kemenpora (Sesmenpora) Wafid Muharam sudah tidak merestui PT DGI masuk dalam proyek Hambalang karena tidak menyukai cara-cara Rosa.

Akibatnya, Paul diminta tolong oleh Wafid agar menyampaikan permasalahan Rosa kepada Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras Machfud Suroso. Lalu, Paul menindaklanjutinya dengan meminta Machfud membereskan dan Machfud menyanggupi. Permasalahan pun selesai. Nazaruddin diminta mundur dari proyek Hambalang.

Saat berada di ruang kerja Wafid, Machfud menceritakan urusan Rosa dan PT DGI sudah beres sama “juragan” sewaktu buka puasa di rumah Anas. Paul tidak mengetahui siapa yang dimaksud dengan juragan. “Beliau tidak menyebut nama Anas, tapi Ketum. Sudah diselesaikan pada acara buka puasa bersama Ketum,” ujarnya.

Kemudian, Wafid kembali memanggil Paul. Wafid meminta Paul membantu PT Global Daya Manunggal (GDM) supaya bisa ikut serta sebagai subkontraktor dalam proyek Hambalang. Setelah Kemenpora menetapkan PT AK sebagai pemenang lelang jasa konstruksi proyek Hambalang, PT GDM menjadi subkontraktor.

Atas keterangan Paul, Anas merasa sedikit keberatan. Anas menganggap semua keterangan Paul tidak ada hubungan dengan dirinya. Terlebih lagi, keterangan Paul hanya berdasarkan cerita-cerita orang lain yang tidak berbasiskan fakta. Terkait dengan pemberian voucher Rp500 juta kepada Marzuki, Anas mengaku tidak tahu-menau.

Pada persidangan Anas sebelumnya, Teuku Bagus Mokhammad Noor menyatakan pernah memberikan bon dengan keterangan “grand design gedung DPR” kepada sejumlah anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. Teuku mengungkapkan, salah seorang yang menerima bon itu adalah Wakil Ketua BURT Pius Lustrilanang.

Teuku juga pernah dipanggil Marzuki yang merangkap sebagai Ketua BURT. Menurut Teuku, Marzuki meminta PT AK tidak “mengganggu” proyek grand design gedung DPR yang sudah menjadi milik PT Pembangunan Perumahan (PP). Teuku menduga Marzuki memiliki kedekatan dengan PT PP karena Marzuki pernah di PT PP.

Namun, Marzuki sendiri sebenarnya telah membantah menerima bon atau voucher sebesar Rp500 juta dari PT AK. Walau membantah menerima voucher, Marzuki mengaku pernah memanggil Teuku. Marzuki hanya ingin mengklarifikasi mengenai kebenaran isu bagi-bagi uang dalam proyek pembangunan gedung DPR.
Tags:

Berita Terkait