Masalah Hukum Keabsahan Kawin Beda Agama di Luar Negeri
Berita

Masalah Hukum Keabsahan Kawin Beda Agama di Luar Negeri

Ada banyak cara yang dilakukan pasangan beda agama untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang perkawinan. Tetapi apakah Kantor Catatan Sipil wajib mencatatkan perkawinan itu?

Mys/M-1
Bacaan 2 Menit

 

Para pemerhati terbelah ke dalam dua arus utama. Ada yang menganggap perkawinan itu sah. Syaratnya, pasangan nikah beda agama mencatatkan perkawinan mereka ke Kantor Catatan Sipil paling lambat satu tahun setelah kembali ke Indonesia. Ini sesuai dengan ketentuan pasal 56 UU No. 1 Tahun 1974. Konsorsium Catatan Sipil selama ini menganut pandangan bahwa perkawinan tidak boleh dilarang karena perbedaan asal usul, ras, agama, atau keturunan.

 

Pendapat sebaliknya menganggap perkawinan itu tidak sah karena tidak memenuhi syarat pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974. Meskipun tidak sah menurut hukum Indonesia, Catatan Pilil tetap menerima pendaftaran perkawinan tersebut. Pencatatan di sini bukan dalam konteks sah tidaknya perkawinan, melainkan sekedar pelaporan administratif.

 

Guru Besar Hukum Perdata Internasional Universitas Indonesia Prof. Zulfa Djoko Basuki berpendapat perkawinan beda agama di luar negeri lebih sebagai upaya menghindari hukum yang seharusnya berlaku kepada mereka. Yaitu pasal 2 Undang-Undang Perkawinan 1974. Perkawinan demikian merupakan "penyelundupan hukum", dan karenanya dapat dibatalkan. Menurut Prof. Zulfa, syarat yang tercantum dalam pasal 2 UU Perkawinan bersifat memaksa. Kalaupun perkawinan itu dianggap sah, papar Prof. Zulfa, perkawinan tersebut rapuh.

 

Bagi mereka yang tinggal di Jakarta, ketentuannya kian jelas. Pasal 23 SK Gubernur DKI Jakarta No. 15 Tahun 1999 menyebutkan: (i) Setiap perkawinan yang dilangsungkan  di luar Indonesia antar WNI atau antara WNI dengan WNA atau WNA dengan WNI adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara tempat perkawinan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan; (ii) Setelah kembali ke Indonesia, setiap perkawinan itu dilaporkan pada Kantor Catatan Sipil. Lagipula, lanjut Prof. Zulfa, perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri adalah perkawinan sipil yang tidak dikenal dalam UU No. 1 Tahun 1974.

Tags: