Menanti Kiprah Calon Lawyer Internasional Indonesia
Berita

Menanti Kiprah Calon Lawyer Internasional Indonesia

Setelah menuai sukses di Phillip Jessup Competition tahun lalu, kini Indonesia mengarahkan targetnya ke Willem C. Vis International Commercial Arbitration Moot. Kompetisi ini tidak kalah gengsinya dengan Phillip Jessup dan akan mengasah keterampilan calon lawyer Indonesia untuk masalah commercial arbitration

Leo/CR-1
Bacaan 2 Menit
Menanti Kiprah Calon <i>Lawyer</i> Internasional Indonesia
Hukumonline

Untuk tahun ini simulasi kasus yang akan diperdebatkan di Vis Competition ini merupakan kasus fiktif mengenai perjanjian perusahaan yang bergerak di bidang produksi pembungkus makanan dengan pembelinya. Salah satu sengketanya adalah pemesanan mesin pembungkus makanan yang tidak sesuai dan menimbulkan kerusakan, sehingga ketidakpuasaan perusahaan tadi berlanjut ke forum arbitrase.

Ini adalah untuk kedua kalinya tim Indonesia berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Tahun ini tim Indonesia akan diwakili oleh Aryo Setioadji, Dede Fikry, Leonardo Bernard, Luna Amanda, Mardhiah Ridha dan Putu Raditya. Keenam anggota tim tersebut berasal dari Universitas Indonesia.

Tidak kenal waktu

Menurut Dede Fikry, salah seorang anggota tim, seleksi tim Vis Competition ini sudah berjalan sejak September 2003 lalu. Boleh dibilang, persiapan tim ini benar-benar serius, spartan dan tidak mengenal waktu. Kecuali hari libur (Minggu), keenam anggota tim Vis Competition ini tetap berlatih keras di salah satu rumah anggota tim yang mereka jadikan base camp. Buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan korporasi dan arbitrase jadi santapan yang wajib mereka lahap sehari-hari. Kita hanya break waktu libur idul fitri dan semester saja, ujar Luna Amanda kepada hukumonline

Luna menambahkan, seluruh anggota tim bertemu setiap siang dan mulai membahas memorandum baik dalam posisi mereka sebagai respondent maupun sebagai claimant. Untuk masalah teori dan materi memorandum ini, tim nampaknya sudah siap dan saat ini mereka tengah mempersiapkan praktek beracaranya. Untuk memperkaya wawasan, tim ini juga mendapat bimbingan dari Prof. Gary F. Bell dari National University of Singapore (NUS).

Satu hal yang perlu digarisbawahi, persiapan tim yang membawa nama Indonesia di ajang kompetisi internasional ini tidak sepenuhnya mulus karena mereka juga harus memikirkan soal dana. Persoalan dana memang menjadi masalah klasik yang selalu menghantui tim Indonesia yang akan berkiprah di tingkat internasional. Anggota tim Vis Competition ini sempat mengutarakan iri hati mereka kepada NUS, yang benar-benar fokus pada persiapan kompetisi karena dana mereka untuk berkompetisi seluruhnya telah difasilitasi oleh pihak universitas. Sementara, mereka selain harus banting tulang untuk persiapan teknis juga harus memeras keringat untuk mencari dana.

Untunglah, persoalan dana itu telah berhasil diatasi. Meski akhirnya tidak menyertakan manager mereka karena alokasi dana tidak mencukupi, keenam anggota tim Vis Competition hari Minggu (28/03) kemarin telah bertolak menuju Wina. Dalam percakapannya dengan hukumonline menjelang keberangkatannya, keenam anggota memohon doa restu dari seluruh pihak agar kiprah mereka di ajang Vis Competition ini sukses. Selamat bertarung wahai duta Indonesia

Krisis yang melanda Indonesia dalam lima tahun terakhir memang maha dahsyat dan multi aspek. Diawali dengan sektor moneter, krisis di Indonesia merambah hampir semua aspek kehidupan. Penegakkan hukum adalah salah satu krisis yang sampai sekarang belum ada tanda-tanda perbaikan. Korupsi masih merajelela dan belum ada upaya yang serius dari pemerintah maupun aparat penegak hukum untuk mengatasinya.

Bicara mengenai penegakkan hukum, sebenarnya ada satu krisis yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Krisis tersebut adalah ketiadaan lawyer Indonesia yang memiliki reputasi internasional. Dalam berbagai kasus yang melibatkan Indonesia di level internasional, dapat dipastikan negara ini terpaksa memakai jasa lawyer asing. Sebut saja satu contoh—kasus Sipadan Ligitan—dimana Indonesia memakai lawyer dari Prancis untuk membantu agar pulau tersebut tetap menjadi wilayah Indonesia. Hasilnya, kita sama-sama tahu akhirnya Sipadan-Ligitan lepas dari pangkuan Indonesia dan kini resmi menjadi milik Malaysia.

Kerinduan akan lawyer Indonesia yang memiliki pengetahuan yang bisa dibanggakan di level internasional, sedikit banyak bisa teratasi dengan melihat kiprah segelintir anak muda Indonesia di ajang kompetisi internasional. Tahun 2003 lalu, tim Indonesia menuai sukses di ajang Phillip Jessup Moot Court Competition. Indonesia menduduki peringkat 24 dari 85 peserta. Ketika itu tim Indonesia yang diwakili oleh Astrida Navayette, Dede Fikry, Dewi Savitri Reni, Haghia Sophia Lubis, Leonardo, Kanya Satwika dan Sari Aziz.

Sukses di Phillip Jessup, Indonesia kini membidik target ke ajang lain yang tak kalah bergengsi. Dipastikan, Indonesia akan ambil bagian pada Willem C.Vis International Commercial Arbitration Moot (Vis Competition), yang akan digelar di Wina April ini. Sejarah kompetisi Vis Competition ini dimulai tahun 1994, dan bertujuan untuk melatih calon-calon profesional hukum dalam menerapkan metode Alternative Dispute Resolution (ADR). Kompetisi ini sendiri mengabadikan nama Willem Cornelis Vis, seorang profesor yang peduli dengan persoalan hukum perdagangan internasional.

Simulasi

Peserta Vis Competiton dapat mendaftarkan wakil-wakil dari universitasnya ke universitas yang ditunjuk sebagai tuan rumah oleh Pace University, School of Law. Selanjutnya, peserta akan  melalui tiga babak, yaitu general rounds, elimination rounds dan final round.

Halaman Selanjutnya:
Tags: