Mendorong Perbaikan Penanganan Pengungsi Luar Negeri Melalui Regulasi
Terbaru

Mendorong Perbaikan Penanganan Pengungsi Luar Negeri Melalui Regulasi

Terdapat banyak dampak keberadaan pengungsi bagi Indonesia. Pemerintah berupaya merevisi Perpres 125/2016 membuat aturan-aturan bagi pengungsi saat di tempat pengungsian.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Dalam kesempatan sama, Pelaksana Tugas Asisten Deputi Bidang Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Luar Biasa Kemenko Bidang Politik Hukum dan HAM, Benny M Saragih mengatakan, sudah terdapat dasar hukum penanganan pengungsi luar negeri. Antara lain UU 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Perpres 125/2016 dan SK Kemenkopolhukam 21/2023.

Benny menuturkan, terdapat dampak keberadaan pengungsi ini terhadap Indonesia.  Seperti benturan ideologi, perkelahian sesama pengungsi, tindakan asusila dan pelecehan seksual, kabur ke negara tetangga, pencurian, hingga konflik sosial. Dengan demikian, pemerintah berupaya melalui revisi Perpres 125/2016 membuat aturan-aturan bagi pengungsi saat di tempat pengungsian.

“Revisi Perpres sudah kami coba masukan peraturan yang mereka buat saat di dalam (pengungsian, -red) sehingga semua terlindungi baik pengungsi maupun warga,” katanya.

Kemudian, pemerintah juga menerapkan berbagai tindakan terhadap pengungsi luar negeri. Seperti non-refoulment (larangan menolak), tidak memidanakan karena tanpa dokumen sah, pemberian perlindungan internasional sementara hukum nasional berlaku, non-diskriminatif, penghormatan dan pemenuhan HAM, penolakan terhadap pelanggar (rejected person) keimigrasian.

Sebagai negara transit, Benny mengatakan pemerintah telah memfasilitasi peningkatan kapasitas pengungsi sehingga siap saat berada di negara penerima. Namun, Benny menilai pemberdayaan agar tak terpaku pada pembukaan lapangan kerja dan tidak menabrak kerangka normatif legislasi yang telah ada serta mempertimbangkan kondusivitas sosial. Kemudian, integrasi pengungsi terhadap sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya juga belum dapat diterima.

Dengan demikian, terdapat tiga solusi. Pertama, penempatan ke negara ketiga. Kedua,  pemulangan sukarela. Ketiga, deportasi pengungsi yang kasusnya telah ditolak final oleh UNHCR. Namun, terdapat kendala seperti kepastian waktu, keterbatasan anggaran, keenganan pengungsi kembali ke negara asal, dan sulitnya pengawasan pintu masuk pada jalur perairan. Meski demikian, Benny berharap melalui revisi Perpres 125/2016 terdapat aturan teknis dalam perbaikan penanganan pengungsi luar negeri dan pencari suaka.

“Kami sudah rumuskan permasalahan-permasalahan penanganan pengungsi ini. Kami berhadap dapat melakukan perbaikan kedepannya,” pungkasnya.  

Tags:

Berita Terkait