Mengaku Khilaf, MA Batalkan Putusan Lama
Pilkada Sulsel:

Mengaku Khilaf, MA Batalkan Putusan Lama

MA tidak berwenang memerintahkan dilakukannya pilkada ulang. Kewenangan itu dimiliki Panitia Pilkada Kecamatan.

Her/IHW
Bacaan 2 Menit

 

Putusan yang keliru itu dihasilkan oleh majelis hakim yang terdiri dari Paulus Effendi Lotulung (ketua), bersama Djoko Sarwoko, HM Hakim Nyak Pha, Abdul Manan, dan Mansyur Kertayasa. Namun ketika itu Paulus dan Djoko memilih berbeda pendapat dengan tiga hakim yang lain sehingga keduanya tidak ikut melahirkan putusan yang disebut-sebut sebagai penemuan hukum (rechtsvinding) itu.

 

Berdasarkan Pasal 4 Perma No. 2 Tahun 2005, dalam sengketa Pilkada, hanya ada tiga kemungkinan putusan MA: keberatan tidak dapat diterima, keberatan ditolak, atau keberatan dikabulkan. Bila mengabulkan keberatan, MA mesti menyatakan membatalkan hasil perhitungan KPUD dan menetapkan hasil perhitungan suara yang benar.

 

Dengan demikian, MA tidak punya wewenang untuk memerintahkan Pilkada ulang. Karena itu tidak dapat lagi ditafsirkan baik secara restriktif maupun ekstensif, karena ketentuan tersebut sudah jelas, lanjut Nurhadi.

 

Selain itu, berdasarkan pasal 105 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, lembaga yang berwenang memutuskan dilakukan perhitungan ulang dan pemungutan suara ulang adalah Panitia Pilkada Kecamatan (PPK).  Pemungutan suara ulang, berdasarkan pasal 104 UU ini, bisa dilakukan di antaranya jika terjadi kerusuhan.

 

Lebih jauh, majelis hakim menegaskan bahwa MA hanya akan menyelesaikan keberatan yang berkaitan dengan kesalahan perhitungan suara yang diumumkan KPUD. Sesuai Pasal 3 ayat (5) Perma No. 2 Tahun 2005, pihak yang keberatan tersebut harus merinci kesalahan perhitungan yang dilakukan KPUD.

 

Menurut majelis hakim, pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly, sebagai pihak yang merasa keberatan, tidak mengajukan bukti-bukti yang bisa menunjukkan kesalahan perhitungan suara yang dilakukan KPUD. Alat-alat bukti otentik yang mestinya diajukan, tandas majelis hakim, adalah berita acara dan sertifikat rekapitulasi perhitungan suara. Formulir hasil perhitungan suara yang ada di tangan saksi di TPS juga termasuk alat bukti otentik.

 

Yang diajukan pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly, ungkap majelis hakim, hanya bukti-bukti permulaan yang tidak berkaitan dengan kesalahan perhitungan suara, seperti dugaan penggelembungan suara dan pelanggaran saat kampanye. Majelis berpendapat, dugaan-dugaan itu termasuk dalam ranah pidana. Dan menjadi wewenang Panitia Pengawas Pemilihan untuk menanganinya, kata majelis. Dasar hukumnya adalah Pasal 115 sampai Pasal 119 UU Pemda.

Halaman Selanjutnya:
Tags: